Jika tingkat kemiskinan nasional adalah 9,75 persen (2022), tingkat kemiskinan di kalangan warga penyandang disabilitas lebih tinggi, yaitu 13,25 persen. Kesenjangan inilah yang perlu diatasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Negara sudah menetapkan berbagai peraturan perundangan untuk memenuhi hak-hak warga difabel. Peraturan perundangan tersebut antara lain Undang-Undang No. 6/2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 98/2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus.
Sebelumnya telah ada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, dan Peraturan Menteri PUPR No. 14/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
Berbasis peraturan tingkat nasional tersebut, banyak daerah telah menetapkan peraturan daerah tentang pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Dari sisi kelembagaan, telah dibentuk Komite Nasional Disabilitas (KND), demikian juga di daerah.
Di Jakarta ada Dewan Disabilitas Jakarta (DDJ), yang berfungsi memberikan masukan serta teguran ataupun rekomendasi terhadap Pemda DKI terkait hak-hak penyandang disabilitas.
Anggota DDJ terdiri dari berbagai profesi dan penyandang disabilitas, seperti tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, tuna laras, tuna grahita dan tuna ganda.
Kendati sudah banyak kemajuan, pemenuhan hak penyandang disabilitas masih menghadapi banyak rintangan.
Kita tidak perlu berpura-pura menjadi warga difabel untuk merasakan tidak nyamannya bepergian ke suatu tujuan.
Secara kasat mata dapat dijumpai trotoar tempat difabel berjalan kaki yang dipenuhi PKL dan motor, atau ubin pemandu yang menabrak pohon, lantai peron yang tidak sejajar dengan lantai kereta, dan fasilitas toilet di stasiun dan di dalam kereta yang sulit digunakan oleh penumpang difabel.
Demikian juga lebar jalur kursi roda yang lebih kecil dari standar 92 centimeter, sehingga menyulitkan pengguna.
Jembatan penyeberangan orang (JPO) menuju tempat menunggu Transjakarta juga ada yang lebih curam dari standar 5 derajat, membuat pengguna kursi roda ‘ngos-ngosan’ dan ekstra hati-hati saat melaluinya.
Berbagai masalah itu bersifat mikro, yang seringkali terjadi karena perencanaan yang kurang memperhatikan masalah detail yang dihadapi penggunanya, yaitu penyandang disabilitas.
Komunitas peduli difabel seringkali dilibatkan hanya pada saat audit atau ketika proyek pengerjaan selesai lalu dicoba oleh para penyandang disabilitas (Kompas.id, 1/11/2022).
Maka solusi untuk penyediaan fasilitas bagi warga difabel adalah melibatkan mereka sejak perencanaan hingga uji coba penggunaannya.