JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, perintah yang disampaikan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo untuk menghapus dan merusak CCTV di kompleks Polri Duren Tiga Jakarta Selatan bukan perintah jabatan.
Hal itu disampaikan anggota majelis hakim Hendra Yuristiyawan dalam pertimbangan kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait pengusutan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin.
Mejalis hakim pun mempertimbangkan keterangan anggota tim khusus (timsus) Polri Agus Sariful Hidayat yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang menjelaskan bahwa rangkaian perintah yang disampaikan Ferdy Sambo bukan dalam rangka kedinasan tetapi perintah pribadi.
“Saksi menjelaskan bahwa rangkaian perintah mulai dari screening CCTV di area tempat kejadian hingga perintah menghapus dan memusnahkan file yang berisi CCTV kompleks Polri Duren Tiga adalah perintah pribadi karena kejadian yang terjadi terkait urusan pribadi,” kata Hakim Hendra dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
Baca juga: Para Mantan Anak Buah Ferdy Sambo Disarankan Buat Paguyuban Tuntut Ganti Rugi
Selain pertimbangan Agus Saripul, majelis hakim juga mempertimbangkan keterangan Ferdy Sambo dan Arif Rahman yang telah disampaikan dalam persidangan.
Berdasarkan fakta persidangan, majelis berpendapat perintah Ferdy Sambo kepada Arif Rahman untuk menghapus dan merusak CCTV adalah perintah pribadi.
“Majelis hakim menilai dan berpendapat bahwa perintah saksi Ferdy Sambo kepada terdakwa yaitu kata-kata ‘hapus dan rusak CCTV tersebut’ adalah perintah pribadi bukan suatu perintah jabatan atau kedinasan karena perontah lisan tersebut tidak ditindaklanjuti secara prosedural sesuai mekanisme yang berlaku di Institusi Polri,” papar Hakim Hendra.
Baca juga: Pengacara Arif Rachman Sebut Hendra Kurniawan Jadi Penyebab Kliennya Diancam Ferdy Sambo
Lebih lanjut, majelis hakim PN Jakarta Selatan juga menyatakan tidak sependapat dengan keterangan Arif Rachman di dalam nota pembelaan yang pada intinya tidak mengaku ada kesamaan niat untuk dikategorikan sebagai pihak yang turut serta atas tindakan tersebut.
“Bahwa majelis hakim menilai dan berpendapat adanya kesamaan niat atau meeting of mind antara saksi Ferdy Sambo dan terdakwa yang diwujudkan dengan perbuatan terdakwa mematahkan atau menghancurkan laptop saksi Baiquni Wibowo sebagai pelaksanaan perintah dari saksi Ferdy Sambo,” tegas hakim.
“Maka dengan demikian, unsur mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan telah terpenuhi secara hukum,” ucapnya.
Baca juga: Anak Idap Hemofilia Tipe A, AKBP Arif Rachman Minta Dibebaskan
Dalam kasus ini, Arif Rachman disebut terlibat perintangan proses penyidikan bersama dengan Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto.
Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menjatuhkan vonis selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 10 juta.
Arif Rahman dinilai terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.