Semua alibi yang dibangun oleh Sambo dan Putri untuk membenarkan tindakan mereka, adalah alibi yang melecehkan kecerdasan kita semua. Alibi mereka selama ini, adalah alibi yang mempreteli nalar kita.
Majelis hakim dalam amar putusannya dengan tegas mengatakan bahwa kekerasan seksual yang dialami Putri dan menjadi motif pembunuhan Yosua, sangat tidak terbukti.
Hakim berkeyakinan bahwa motif pembunuhan adalah rasa sakit hati Putri pada Yosua. Rasa sakit hati yang dimaksud tidak dielaborasi lagi oleh hakim.
Penegasan hakim tersebut tentu saja menyisakan masalah: Ini yang hingga sekarang menggantung sebagai sebuah misteri.
Bisa jadi kelak, motif ini tetap saja menjadi teka teki panjang yang tak pernah menemukan jawaban. Namun, motif tidak perlu lagi terlampau disoal karena perbuatan pidana sudah terjadi. Clear and present crime.
Hingga kini, saya masih berkeyakinan bahwa kasus pembunuhan Yosua, bisa jadi dipicu oleh banyaknya pengetahuan Yosua tentang pelbagai perilaku menyimpang yang dilakukan Sambo bersama Putri.
Yang menarik dari kasus Sambo ini, ialah pengurangan hukuman Eliezier. Publik sontak merasa bahagia karena rasa keadilan mereka dipenuhi oleh majelis hakim.
Lalu, kita pun semua bertanya, mengapa publik tiba-tiba memihak kepada Eliezier, orang yang ikut melakukan pembunuhan atas diri rekannya sendiri, Yosua Hutabarat?
Tidak pelik untuk menggeledah jawabannya. Bagi publik, pencinta kebenaran, sosok Eliezier adalah pembuka tabir tentang kebenaran. Ia menyingkap yang samar, membuka kran sehingga air kebenaran leluasa mengalir.
Publik mempersonifikasi Eliezier sebagai pembawa obor yang menerangi kegelapan fakta yang secara sistematis disembunyikan.
Tak peduli, Eliezier sejatinya adalah seorang pembunuh dalam kasus Sambo ini. Namun, semua itu ditepikan oleh dahaga keadilan dan kebenaran dari publik.
Eliezier harus dibela karena dialah yang membuka kebenaran itu. Eliezier menjadi perambah jalan mulus bagi ditegakkannya keadilan.
"Dosa" Eliezier sontak terhapus dan termaafkan oleh keterusterangannya: menerangkan apa yang sesungguhnya terjadi.
Dahaga publik atas kebenaran menutup kemarahan mereka atas Eliezier. Dahaga kebenaran itulah yang bisa ditafsirkan sebagai keadilan substantif, sebagaimana yang dibayangkan oleh John Rawl.
Bagi publik, menemukan kebenaran jauh lebih penting dibanding menghukum seseorang yang oleh keadilan formal, bisa dinilai salah.