Sholeh cs keberatan karena dengan beleid ini, penentuan caleg bukan lagi murni pilihan rakyat, tetapi besar faktor kesukaan dari petinggi partai politik.
Gugatan ini berlangsung di tengah sikap yang berlainan antarpartai politik. Baru partai penguasa saat itu, Demokrat, yang secara resmi mendukung penuh gugatan agar caleg murni terpilih berdasarkan suara terbanyak. Begitu pun Hanura, Golkar, dan PAN.
Pandangan Demokrat juga tercermin dari pandangan SBY selaku presiden, yang disampaikan secara resmi selaku pihak terkait kepada MK.
"Siapapun yang ingin jadi anggota DPR atau DPD, berjuang untuk menyampaikan pandangan-pandangannya, konsep-konsepnya, komitmennya kepada rakyat. Dengan demikian rakyat yakin bahwa yang dipilih berjuang untuk kepentingan mereka dan bukan untuk kepentingan partai semata," kata SBY pada 14 Agustus 2008, dikutip laman setneg.go.id.
Baca juga: Gerindra Klaim DPR Solid Dukung Sistem Proporsional Terbuka
Dalam putusannya, MK yang saat itu diketuai Mohammad Mahfud MD memutus Pasal 214 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 inkonstitusional dan tak berlaku. Permohonan Soleh, Sutjipto, Septi, dan Jose dikabulkan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai pasal itu inkonstitusional karena "bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat" dalam konstitusi.
"Jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil," tulis Mahfud dkk dalam pertimbangan putusannya.
Mereka menyinggung, dalam pemilu presiden, kandidat yang menang adalah mereka yang meraup suara terbanyak, dan tak ada peran nomor urut di situ.
"Dengan kata lain, setiap pemilihan tidak lagi menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg. Memberlakukan ketentuan yang memberikan hak kepada calon terpilih berdasarkan nomor urut, berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya," lanjut mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.