JAKARTA, KOMPAS.com - Pengungkapan dugaan perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak baru setelah 3 orang anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) resmi dilantik pada Kamis (9/2/2023) pagi.
Eks hakim konstitusi 2 periode, I Dewa Gede Palguna dipilih mewakili unsur tokoh masyarakat, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mewakili unsur hakim konstitusi aktif, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sudjito mewakili unsur akademisi.
Walau baru dilantik, MKMK langsung bekerja mengusut dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di balik berubahnya substansi putusan nomor 103/PUU-XX/2022 yang menguji materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK itu.
Penggugat pada perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, dimintai keterangan oleh MKMK pada Kamis.
Zico yang pertama kali menemukan perubahan substansi putusan perkara itu mengaku telah menyampaikan kecurigaannya terhadap 2 orang hakim konstitusi yang diduga sebagai dalangnya kepada Palguna cs.
Baca juga: MKMK Akan Periksa Pihak Terkait Perubahan Substansi Putusan MK secara Tertutup
"Saya sampaikan ke MKMK bahwa saya mencurigai 2 nama hakim, tidak boleh saya sebut. Tapi saya mencurigai 2 nama hakim," kata Zico kepada awak media selepas diperiksa, Kamis.
"Dan saya sebutkan bahwa berarti ada satu (pelaku) yang mengubah dan ada satu yang memberi tahu isi putusannya supaya dirubah," ujarnya lagi.
Kecurigaannya berangkat dari fakta bahwa perubahan substansi ini terjadi dalam kurun yang singkat, tak sampai 1 jam, tepatnya 49 menit.
Menurutnya, putusan dibacakan oleh hakim konstitusi Saldi Isra pada pukul 16.03 dan ia menerima dokumen salinan putusan itu pada pukul 16.52, dengan redaksi yang berbeda.
Cepatnya pengubahan ini membuatnya yakin ada aktor intelektual yang melatarinya.
Baca juga: Perubahan Substansi Putusan MK Disebut Hanya Butuh 49 Menit
Zico mengaku punya alasan sendiri mengapa ia menuding 2 hakim sebagai terduga pelaku.
"Coba cek rekam jejaknya, hakim mana yang dekat dengan dengan pegawai dibanding hakim lainnya," ujarnya memberi petunjuk.
"Kenapa saya curiga kepada orang-orang ini, karena mereka memiliki akses paling dekat kepada pegawai. Mereka lebih dekat kepada pegawai dibandingkan hakim-hakim yang lain," kata Zico lagi.
Diketahui, Zico yang juga telah melaporkan 9 hakim konstitusi dan 2 panitera MK ke Polda Metro Jaya atas peristiwa yang sama.
Ia dijadwalkan memberi keterangan tambahan melalui kuasa hukumnya ke Subdirektorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya pada Jumat (10/2/2023).
Baca juga: Pelapor 9 Hakim MK Akan Beri Keterangan Tambahan di Polda Metro Besok
Sesuai Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023, MKMK hanya punya waktu 45 hari untuk memutuskan pemeriksaan etik terkait perkara perubahan substansi putusan MK ini.
Pemeriksaan, menurut beleid yang sama, dilakukan secara tertutup.
Waktu 45 hari ini terbagi dua, yakni 30 hari pertama dan 15 hari tambahan jika perkara belum rampung diusut pada 30 hari pertama.
I Dewa Gede Palguna berharap pihaknya bisa bekerja cepat meskipun tak seorang pun bisa memastikan bagaimana proses pemeriksaan kelak akan berjalan.
Baca juga: MKMK Punya Waktu Maksimum 45 Hari Usut Perubahan Substansi Putusan MK soal Pencopotan Aswanto
Sejauh ini, MKMK baru mengantongi keterangan Zico serta panitera dan belum bisa memastikan kapan pihaknya meregistrasi perkara.
“Seperti yang kami sampaikan, tidak usah sampai 45 hari (bisa) sudah selesai. Tapi kan persoalan bisa bercabang-cabang. Ini nunjuk ke sini, ini nunjuk ke sini,” kata Palguna, Kamis.
MKMK juga berencana memeriksa seluruh hakim konstitusi, kecuali Enny Nurbaningsih yang berstatus sebagai anggota MKMK.
"Prof Enny itu kan dalam hal ini bertindak sebagai bagian dari MKMK. Beliau bisa langsung meng-counter kalau ada keterangan hakim yang keliru di situ, justru bisa menjadi senjata (bagi MKMK)," ujar Palguna.
Baca juga: MKMK: Hakim MK yang Terbukti Ubah Substansi Putusan Bisa Diberhentikan Tidak Hormat
Palguna menganggap bahwa permintaan keterangan dari seluruh hakim konstitusi sangat penting. Sebab, mereka sejak awal terlibat dalam proses persidangan suatu perkara, mulai dari pemeriksaan sampai rapat permusyawaratan jelang pembacaan putusan.
Para hakim juga membagi peran, siapa yang berperan menunjuk dan menjadi drafter (penyusun) putusan.
"Setelah drafter, dirapatkan lagi kan, difinalisasi hasil pekerjaan drafter-nya. Itu lho yang kita harus dengar dulu, baru kita cocokkan dengan di mana ini berubahnya," kata Palguna.
Palguna memastikan bahwa hakim konstitusi yang terbukti mengubah substansi putusan perkara dapat dipecat dengan tidak hormat, merujuk Pasal 23 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023.
"Sanksi yang disebutkan dalam Peraturan MK itu mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, dan kemudian pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," ujarnya.
Baca juga: 2 Hakim MK Diduga Dalang Perubahan Substansi Putusan soal Pencopotan Aswanto
Sebagai informasi, substansi yang berubah dalam putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022 berkaitan dengan pencopotan Aswanto ini hanya melibatkan 2 kata, tetapi dinilai memiliki konsekuensi hukum yang jauh berbeda.
Perubahan itu yakni dari kata "dengan demikian..." menjadi "ke depan...".
Secara utuh, menurut Zico, putusan yang dibacakan hakim Saldi Isra selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”
Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”
Perubahan substansi putusan ini dinilai bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR. Perubahan ini juga diprediksi menciptakan kerancuan.
Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi Isra di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK. Sehingga, penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.
Baca juga: MKMK Akan Periksa Pihak Terkait Perubahan Substansi Putusan MK secara Tertutup
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.