Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat NU Tinggalkan Politik Praktis dan Kembali ke Khittah 1926...

Kompas.com - 07/02/2023, 12:45 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kiprah Nahdlatul Ulama (NU) dalam pentas politik nasional menjadi bagian dari sejarah Indonesia.

Partai NU di masa lalu sanggup bersaing dengan partai bercorak Islam lainnya seperti Masyumi. Bahkan mereka juga bersaing dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada pemilihan umum (Pemilu) 1955.

Akan tetapi, NU juga akhirnya meninggalkan politik praktis dan kembali ke tujuan awal sebagai organisasi sosial.

Setelah Presiden Soekarno menerbitkan dekrit pada 5 Juli 1959, NU sebenarnya keberatan dengan pembubaran parlemen dan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).

Baca juga: Serba-serbi Harlah 1 Abad NU, Muhammdiyah Siapkan 2.000 Nasi Bungkus hingga Pejabat Ikut Berdesakan

Akan tetapi, NU yang berada pada posisi ketiga perolehan kursi di parlemen menerima keputusan Soekarno.

Setelah penerbitan dekrit, kondisi politik, sosial, dan perekonomian dalam negeri semakin kacau. Partai politik di parlemen saling bertikai memicu ketidakstabilan.

Ditambah lagi tingkat inflasi yang tinggi membuat rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Di masa Demokrasi Terpimpin itu pemerintah memutuskan menyerbu Irian (kini Papua), yang ketika itu masih dikuasai Belanda.

Baca juga: Seabad NU dan Kisah Resolusi Jihad dalam Pertahankan Kemerdekaan Indonesia

Selain itu, pemerintah juga bertikai dengan Malaysia yang ketika itu dituduh sebagai negara boneka Inggris yang dianggap sebagai bagian dari kelompok penjajah. Kedua kampanye militer itu berdampak terhadap situasi politik di dalam negeri.

Ketegangan situasi politik di dalam negeri mencapai puncak setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Jenderal Suharto diberi wewenang memulihkan ketertiban melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Hal itu menandai dimulainya rezim Orde Baru.

Partai NU mulanya berharap Orde Baru bisa membuat mereka meningkatkan peran politik. Namun, justru pada masa Orde Baru peran partai politik dibatasi sehingga akhirnya berujung kepada demokrasi semu.

Baca juga: Jokowi: NU Harus Terdepan Membaca Gerak Zaman

Selain itu, Golongan Karya (Golkar) yang saat itu bukan partai politik mendapat dukungan dari pemerintah. Ditambah lagi pemberian kursi bagi fraksi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat peran partai politik lain semakin terpinggirkan.

Pemerintahan Presiden Suharto saat itu juga menggagas penyatuan partai politi atau fusi usai Pemilu kedua yakni pada 1971.

Setelah melalui perundingan intensif, empat partai Islam yaitu NU, Parmusi, PSII dan Perti sepakat melakukan fusi dan dituangkan dalam deklarasi tanggal 5 Januari 1973.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com