Oleh karenanya membicarakan politik tidak relevan mempersandingkan halal-haram. Sebab, bagi si politisi mengatakan “kedelai” pada pagi hari lantas malamnya mengatakan “tempe”, ini politik yang sangat kuat berkaitan dengan siasat. Apakah ini namanya bukan bohong dan tidak konsisten?
Dalam dunia politik, pertanyaan faktual demikian tidak bermutu. Soalnya, “syahwat kekuasaan” dalam dunia plitik sangat terbuka pada setiap cara pikir baru demi mencapai tujuan. Karena ini pula dalam politik “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada kepentingan abadi”.
Doktrin hukum tidak tertulis itu untuk membuka dialog politik ataupun menjalani koalisi politik. Berhubung masing-masing pihak punya syahwat kekuasaan pula, maka masing-masing berkeyakinan bakal menemukan peluang yang bagus untuk mencapai kekuasaan.
Tampak sekali hal itu terlihat pada hari-hari ini jelang Pemilu 2024, di mana seringkali partai politik atau elite-elite politik menghabiskan sebagian besar waktunya untuk urusan membuka dialog atau menjajakan koalisi.
Ini tidak mubazir, karena sekalian mengasah siasat demi menemukan solusi dan kemungkinan.
Untuk semua itu, mereka lantas mengampanyekannya lewat cara-cara eufemisme dengan tetap menyimpan hasrat politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.