Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry MP Siahaan
Advokat, Peneliti, dan Dosen

Advokat, peneliti, dan dosen

Memudarnya Upaya Konsolidasi Demokrasi dan Semangat Antikorupsi

Kompas.com - 05/02/2023, 06:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Adigium standar Lord Acton mengatakan bahwa power tends to corrupt and absolute power tends to corrupt absolutely.

Korup yang dimaksud tentu bukan hanya soal "memakan" uang yang bukan haknya, tapi menggunakan kekuasaan di luar batas-batas yang seharusnya. Jadi apapun rumusnya, watak dasar kekuasaan memang seperti itu.

Demokrasi mencoba menyiasatinya dengan membagi atau memisahkan beberapa jenis kekuasaan, sehingga terdapat mekanisme "check and balances" di antara cabang-cabang kekuasaan tersebut. Kendati demikian, demokrasi tidak akan mampu mengubah "watak dari kekuasaan".

Demokrasi hanya instrumen yang bisa digunakan untuk membatasi penyalahgunaan kekuasaan, dalam batas-batas yang mampu dilakukan oleh tatanan sosial politik yang ada.

Sementara di saat yang sama, cabang-cabang kekuasaan yang seharusnya mempunyai wewenang untuk membatasi itu sebenarnya juga memiliki kekuasaan.

Jadi dengan mudah bisa kita bayangkan, bagaimana jika semua cabang-cabang kekuasaan itu, atau sebagian besar cabang-cabang kekuasaan itu, bersepakat untuk saling menyelamatkan watak kekuasaan yang mereka miliki?

Yang terjadi kemudian adalah munculnya "kuncian-kuncian" kekuasaan yang membuat "watak dasar kekuasaan" dari masing-masing aktor ataupun institusi tetap bisa eksis tanpa harus mengorbankan proses demokrasi.

Yang dibutuhkan hanyalah sedikit basa-basi, prasyarat-prasyarat minimal, tekanan-tekanan negatif, yang kemudian melegitimasi penguasa-penguasa untuk bermain kayu dengan kekuasaannya. Dan watak yang demikian bukan hanya milik kekuasaan formal.

Cara-cara nakal yang dilakukan penantang kekuasaan formal, bukan tidak mungkin, adalah reaksi atas perilaku dan sikap kekuasaan formal terhadap mereka selama ini.

Dan dalam kacamata historis, Darwinisme kekekuasaan semacam itu akan terus berdinamika, bergerak secara estafet, dan terus beregenerasi.

Dalam konteks inilah, publik harus pandai-pandai mencari celah terbaik agar kehidupan dan kepentingan orang banyak tetap mendapat porsi keberpihakan yang lebih, meskipun sangat sulit.

Nah, dalam makropolitik yang demikian pula kita sebaiknya memaknai menurunnya ambisi antikorupsi pemerintah yang terjadi beberapa waktu belakangan.

Reformasi yang awalnya dianggap sebagai sistem yang jauh lebih baik dan jauh lebih demokratis, ternyata telah dikerangkeng oleh elite-elite baru.

Saling kunci mengunci dan yang sebagian di antaranya bermain mata dengan elite-elite lama di era sebelumnya hanya untuk memenuhi kepentingan segelintir oligar-oligar ekonomi politik.

Dan sampai pada satu titik, seperti revisi UU KPK, yang batasan, porsi, skala, serta komposisi revisinya, ditentukan sendiri oleh para elite, tanpa berdiskusi lebih jauh dengan aktor-aktor utama antikorupsi dan komunitas-komunitas pelopornya, maka muncullah ketersinggungan, yang akhirnya berbuah penolakan masif dari elemen pergerakan mahasiswa dan aktivis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com