JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menilai, penghapusan pilkada gubernur dan jabatan gubernur belum diperlukan.
Menurut dia, persoalan yang disoroti Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar atau Cak Imin soal efektivitas kewenangan gubernur dapat diselesaikan melalui perbaikan undang-undang.
"Apa yang menjadi keluhan beliau sesungguhnya berada pada ranah undang-undang yang bisa diperbaiki melalui pengaturan dalam undang-undang, tanpa harus melompat langsung pada penghapusan jabatan gubernur atau pemilihan langusng gubernur oleh rakyat," kata Titi kepada Kompas.com, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: Usul Jabatan Gubernur Ditiadakan, Cak Imin: Ngumpulin Bupati Sudah Tak Didengar..
Titi mengatakan, perihal kewenangan gubernur diatur dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
Oleh karenanya, jika aturan yang ada saat ini dirasa belum efektif, pembentuk undang-undang bisa menatanya jadi lebih baik melalui revisi UU.
Menurut Titi, sebagai Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Cak Imin bisa menginisiasi rancangan revisi UU alih-alih mengusulkan penghapusan pilkada dan jabatan gubernur.
"Kalau yang dipersoalkan adalah konteks efektivitas kewenangan dari gubernur, maka hal itu sejatinya berada pada ranah pengaturan di tingkat undang-undang," ujar Titi.
Baca juga: PKB Dorong DPR Bentuk Tim Kajian Matangkan Usulan Penghapusan Jabatan Gubernur
Titi menilai, dengan struktur pemerintahan daerah yang mencakup kabupaten/kota, penghapusan jabatan gubernur akan memperlebar jarak rentang kendali antara pemerintah pusat dan daerah.
Akibatnya, beban pemerintah pusat membengkak. Bersamaan dengan itu, pengawasan terhadap penguasa berpotensi melemah.
Sedianya, kata Titi, dalam praktik demokrasi elektoral di Indonesia, gubernur merupakan sumber rekrutmen sirkulasi elite politik nasional.
Tak bisa dimungkiri, saat ini sebagian besar tokoh yang masuk bursa calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) adalah mereka yang berlatar belakang sebagai kepala daerah provinsi atau gubernur.
"Gubernur menjadi posisi untuk mempromosikan kinerja dan kepemimpinan menuju jabatan politik di tingkat nasional," kata Titi.
Dengan dalih tersebut, Titi menilai, kurang tepat mengusulkan penghapusan pemilihan gubernur atau jabatan gubernur itu sendiri.
Apalagi, tahun depan Indonesia akan menggelar Pilkada serentak untuk memilih gubernur dan bupati/wali kota.
"Lebih baik semua pihak, khususnya partai politik berkonsentrasi menyiapkan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 agar terlaksana tepat waktu dan bersih tanpa kecurangan," katanya
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.