JAKARTA, KOMPAS.com - Isu netralitas ASN jelang Pemilu 2024 dinilai semakin relevan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan putusan nomor 68/PUU-XX/2022 yang menyatakan bahwa menteri maju capres-cawapres tak perlu mundur dari jabatannya.
Keadaan ini dinilai membuat ASN kementerian rentan dimobilisasi oleh menteri yang mengejar kursi RI 1 sembari masih bekerja selaku pembantu presiden.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengakui bahwa selama ini ASN kementerian tak semudah ASN pemerintah daerah untuk dimobilisasi karena tidak bekerja untuk lingkup wilayah khusus, namun situasi dinilai akan berubah jelang pemilu kali ini sehubungan dengan putusan MK.
Baca juga: MK Putuskan Menteri Maju Capres Tak Perlu Mundur, Pimpinan DPR: Bisa Leluasa Bertarung Saat Pemilu
"Pasti ada penambahan tugas Bawaslu di pusat, provinsi, dan kota. Apalagi memasuki masa kampanye," ujar Bagja kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
"Menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu karena adanya putusan MK yang tidak mewajibkan bagi menteri sebagai penyelenggara negara untuk cuti," tambah Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Litbang Bawaslu RI Herwyn JH Malonda.
Putusan MK dinilai memungkinkan menteri yang maju sebagai capres, atau mungkin juga caleg, untuk melakukan kampanye terselubung di saat melakukan kunjungan kerja.
Penambahan tugas pada Bawaslu ini tak terhindarkan karena ada batas yang sumir, antara kapasitas seorang menteri sebagai pembantu presiden dan sebagai peserta pemilu lantaran menteri yang bersangkutan tidak mundur.
Baca juga: Putusan MK: Menteri Jadi Capres Tak Perlu Mundur, tetapi Harus Dapat Izin Presiden
Sementara itu, ASN sebagai pegawai yang bertanggung jawab terhadap kementerian tak bisa dipisahkan dari kegiatan menteri tersebut.
"Karena kan biasanya pasti mobile, kalau sudah memasuki masa kampanye. Kadang pada saat peresmian misalnya dia datang sebagai menteri, lalu satu jam kemudian beliau ke konstituennya sebagai fungsionaris partai dan lain-lain," jelas Bagja.
Sementara itu, anggota Komisi ASN Arie Budhiman menyebut bahwa menteri yang memobilisasi ASN untuk kepentingan politik praktis dapat terkena konsekuensi hukum, sebagaimana kepala daerah yang melakukan hal serupa.
"Kementerian PANRB atas nama presiden dapat memberikan sanksi untuk pejabat pembina kepegawaian di lembaga di tingkat pusat: kementerian dan lembaga," kata Arie.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.