Berdasarkan studi longitudinal yang dilakukan SMERU tahun 2015-2019 di 10 Desa di Jambi, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, secara umum pelaksanaan UU Desa telah membawa perubahan positif bagi desa dan masyarakatnya.
Dengan kapasitas pemerintah desa yang meningkat, proses penyelenggaraan pemerintahan desa mulai menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance), seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Meski begitu, upaya lebih serius diperlukan agar penatakelolaan desa tidak terjebak pada hal-hal yang bersifat mekanistik prosedural.
Secara substantif, tata kelola desa yang baik dapat berjalan dengan memperkuat fungsi kontrol dan penyeimbang atau "check and balances" di desa.
Pemerintah desa, sebagai penyelenggara tunggal pemerintahan desa, harus menjamin proses pembangunan di tingkat lokal berjalan secara inklusif dan demokratis.
Apalagi, masyarakat desa menganggap pemerintah desa, khususnya kades, memiliki kekuatan dan pengaruh sangat besar dalam menentukan proses dan hasil pembangunan di desa.
Di sisi lain, masyarakat menganggap peran BPD dan LKD belum cukup optimal sebagai saluran aspirasi masyarakat, terlebih bagi mereka yang selama ini termarjinalkan seperti masyarakat miskin, anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
Pemerintah perlu secara serius meningkatkan kapasitas kedua lembaga tersebut dalam mengorganisasi dan mengadvokasi prakarsa masyarakat, serta mengevaluasi kinerja pemerintah desa.
Peningkatan kapasitas BPD dan LKD juga diperlukan agar mereka mampu mengawal proses pelaksanaan musyawarah desa sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan di tingkat lokal.
Musyawarah desa tidak boleh lagi hanya didesain sebagai wadah satu arah untuk memaparkan rencana kerja pemdes. Musdes harus menjadi wadah bagi masyarakat desa untuk benar-benar berkontestasi tentang kebutuhan dan aspirasinya.
Dengan lagkah-langkah strategis semacam ini, BPD dan LKD dapat diandalkan untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan pada lembaga tertentu dan penyimpangan dalam penyelenggaran pemerintahan desa.
Wacana perpanjangan masa jabatan kades patutnya diiringi dengan diskursus untuk memurnikan kembali spirit yang digagas UU Desa.
Perpanjangan masa jabatan kepala desa, di satu sisi mungkin akan menciptakan stabilitas pembangunan desa sebagaimana diharapkan, tetapi juga menambah kuat kuasa pemdes dalam menentukan proses dan hasil pembangunan di desa.
Tanpa memperkuat fungsi "check and balances" di tingkat lokal, wacana ini justru dapat menghambat tumbuhnya prakarsa masyarakat hingga mengancam demokratisasi di desa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.