Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Jabatan Kades 6 Tahun, Bisa Emban 3 Periode, Masih Minta Tambah?

Kompas.com - 23/01/2023, 14:19 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun memantik perdebatan.

Pasalnya, perpanjangan masa jabatan kepala desa dinilai akan merusak iklim demokrasi di tingkat desa.

Bahkan, yang tak kalah mengkhawatirkan, perpanjangan masa jabatan kepala desa dianggap akan membuka keran abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan negara dan merusak local governance atau tata kelola pemerintahan lokal.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo disebut telah menyetujui hal itu tak lama setelah ribuan kepala desa berdemo di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2023).

Masa jabatan berdasarkan aturan

Masa jabatan kepala desa telah diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Berdasarkan Pasal 38 Ayat (1) UU Desa disebutkan bahwa kepala desa memegang jabatan selam enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

Baca juga: 3 Asosiasi Minta Revisi UU Desa Tingkatkan Anggaran Dana Desa, Bukan Hanya Soal Masa Jabatan

Bahkan, seorang kepala desa bisa mengemban jabatan tersebut lebih dari satu kali periode.

Pada Pasal 39 Ayat (2) disebutkan bahwa kepala desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 Ayat (1) dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan.

Tiga periode jabatan tersebut dapat diemban seorang kepala baik secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Artinya, dengan merujuk aturan tersebut, setiap kepala desa bisa mengemban jabatan selama 18 tahun dengan tiga kali periode jabatan.

Sementara, jika merujuk pada dorongan perpanjangan masa jabatan menjadi sembilan tahun, setiap kepala desa bisa menduduki posisi tersebut selama 27 tahun dengan tiga kali periode jabatan.

Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU Desa disebutkan bahwa kepala desa berhenti apabila meninggal dunia, permintaan sendir, atau diberhentikan.

Klaim disetujui Jokowi

Politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko memberikan keterangan pers usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023).KOMPAS.com/Dian Erika Politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko memberikan keterangan pers usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023).
Jokowi disebut telah menyetujui usulan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun.

Hal ini disampaikan politisi PDI Perjuangan (PDI-P) Budiman Sudjatmiko setelah bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, di hari yang sama ketika ribuan kepala desa menggelar demonstrasi di Gedung DPR RI.

Baca juga: Kata Budiman Sudjatmiko, Jokowi Setuju Jabatan Kades 9 Tahun

Menurut Budiman, masa jabatan selama sembilan tahun merupakan salah satu poin dari tuntutan dari 15.000 kepala desa yang berdemonstrasi.

Saat membicarakan soal tuntutan itu, kata Budiman, Jokowi menyatakan sepakat.

Kata Budiman, Jokowi juga menilai tuntutan itu masuk akal karena dinamika pemerintahan di desa berbeda dengan di kota.

"Pak Presiden mengatakan tuntutan itu masuk akal ya. Memang dinamika di desa berbeda dengan di perkotaan," ujar Budiman usai pertemuan.

"Jadi saya berani katakan, meski saya tak wakili kepala-kepala desa itu tapi karena saya diajak bicara, beliau setuju dengan tuntutan (masa jabatan 9 tahun) itu. Tinggal nanti dibicarakan di DPR," tegasnya.

Klaim untungkan warga

Perpanjangan masa jabatan kepala desa diklaim akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, salah satu manfaatnya kepala desa akan mempunyai lebih banyak waktu untuk mensejahterakan warga.

Baca juga: Mendes Sebut Masa Jabatan Kades 9 Tahun Untungkan Warga

Selain itu, dengan kebijakan ini, pembangunan di desa dianggap dapat lebih efektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kepala desa (pilkades).

"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga, dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Abdul Halim dilansir dari siaran pers Kemendes PDTT, Jumat (20/1/2023).

Abdul Halim juga mengklaim, fakta konflik polarisasi usai pilkades nyaris terjadi di seluruh desa.

Akibatnya, pembangunan tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.

“Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” ungkapnya.

PDI-P dan PKB gencar "menggoda"

Di tengah polemik wacana perpanjangan masa jabatan itu, PDI-P dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) disebut santer "menggoda" agar masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi sembilan tahun.

Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Asri Anas menyebut, godaan tersebut santer disampaikan legislator PDI-P dan PKB saat menjalani reses selama setahun terakhir ini.

Baca juga: Cawe-cawe Elite PDI-P dan PKB di Balik Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kades

“Mohon maaf saya sebut saja dari PDI dan PKB kalau reses tiba-tiba bicara kira-kira begini, menurut kalian bagus enggak kalau masa jabatan itu dipanjangkan jadi 9 tahun?” kata Anas saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (22/1/2023).

Anas sendiri kaget dengan tuntutan kepala desa yang meminta agar masa jabatannya diperpanjang menjadi sembilan tahun.

Sebab, selama enam tahun terakhir, para kepala desa tidak pernah serius mendiskusikan perpanjangan masa jabatan menjadi sembilan tahun.

Mengingat, para kepala desa juga telah menyadari bahwa jabatannya sudah sangat diistimewakan dengan ketentuan masa jabatan selama enam tahun dan dapat mencalonkan diri sebanyak tiga periode.

"Nah hanya kemudian, dalam satu tahun terakhir ini selalu godaan itu ada kan,” ujarnya.

Desak Menteri PDTT dicopot

Terbaru, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apdesi, DPP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas) dan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDI) mendesak Jokowi mencopot Abdul Halim.

Desakan ini berangkat dari ulah Abdul Halim atas wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa yang telah membuat gaduh di tengah masyarakat.

Wakil Ketua Umum DPP Apdesi Sunan Bukhori menyatakan Abdul Halim tak memahami substansi UU Desa.

"Menteri PDTT memojokkan kepada desa dalam setiap pernyataan, melemparkan wacana yang meresahkan, serta menerbitkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan kepala Desa, BPD dan perangkat," tegas Bukhori, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/1/2023).

Berangkat dari wacana tersebut, Bukhori juga menilai, Abdul Halim tidak menempatkan pemerintah desa sebagai stakeholder pembangunan desa.

Bahkan, sudut pandang Abdul Halim mengabaikan fungsi supervisi yang mendampingi dan melayani pemerintahan desa.

Tak hanya itu, Abdul Halim dituding tidak memiliki upaya atau langkah serius untuk mendengarkan keluhan atau persoalan yang dialami oleh pemerintahan desa.

Segala persoalan strategis yang dirasakan desa, kata Sunan, selama ini hanya selesai saat pihaknya meminta penyelesaian ke presiden.

"Kepada Menteri PDTT tidak ada respon dan langkah serius sehingga Apdesi, Abpednas, dan DPN PPDI mengharapkan kebijakan Bapak Presiden agar menempatkan menteri desa yang tidak membangun kesan atau upaya memanfaatkan pemerintah desa dan masuk dalam tanah kepentingan parpol tertentu," jelas Sunan.

Mengkhawatirkan

Sementara itu, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dinilai sangatlah mengkhawatirkan bagi iklim demokrasi di pedesaan.

Tak hanya itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa dianggap akan membuka keran abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan negara dan merusak local governance atau tata kelola pemerintahan lokal.

"Jika pemerintah mengabulkan permintaan kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan hingga sembilan tahun, itu sangat tidak mendidik," tegas Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Senin siang.

Umam menjelaskan, pemerintahan desa selama ini mempunyai berbagai problematika.

Contohnya, dana desa yang menyedot anggaranan negara dalam jumlah besar selama ini tak diikuti oleh sistem pengelolaan dan pengawasan yang transparan dan akuntabel.

Dengan minimnya pengawasan itu, penyalahgunaan dana besar oleh oknum kepala desa seringkali menjadi zona permainan penegakkan hukum di level grassroots atau akar rumput.

Akibatnya, alokasi dana desa yang begitu besar tidak diikuti oleh inovasi kebijakan pembangunan yang signifikan di satu pemerintahan terkecil ini.

"Alhasil, sel-sel korupsi menggurita di banyak tempat. Para kepala desa harus ikut mengevaluasi total, bukan justru meminta perpanjangan masa jabatan," tegas Umam kepada Kompas.com, Senin siang.

Di samping itu, Umam menegaskan, perpanjangan masa jabatan kepala desa bisa berpotensi menjadi alat transaksi politik untuk skema memenangkan atau mengalahkan pihak tertentu, baik di pemilihan legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Tak hanya itu, menurutnya, kebijakan perpanjangan masa jabatan ini juga akan menjadi alat tukar untuk menghidupkan "botoh politik" yang siap mengamankan suara di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS) di setiap desa, sesuai dengan selera pihak yang diajak bertransaksi.

"Artinya, kepala desa riskan dimobilisasi utk kepentingan politik tertentu (abuse of power). Hal ini jelas akan semakin melemahkan kualitas demokrasi dan juga tata kelola pemerintahan di Indonesia," ujarnya.

"Desentralisasi di tingkat desa bukan justru menguatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, melainkan justru semakin mengokohkan jaringan oligarki yang mengakar hingga ke tingkat lokal," imbuh dia.

(Penulis: Syakirun Ni'am, Fika Nurul Ulya, Dian Erika Nugraheny | Editor: Sabrina Asril, Dani Prabowo, Bagus Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com