Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kutukan" Anak Presiden, Saat Puan Merasa Banyak Orang Tak Suka padahal Sudah Kerja Benar...

Kompas.com - 17/01/2023, 05:50 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Puan Maharani sadar betul banyak orang tak suka pada dirinya. Ketua DPP PDI Perjuangan itu juga tak menampik bahwa sebagian publik meragukan kemampuannya.

Padahal, Puan merasa sudah bekerja keras terjun ke masyarakat dan mengentaskan berbagai persoalan.

Dengan segala upaya tersebut, anak bungsu Megawati Soekarnoputri itu bingung dirinya masih kerap mendapat komentar negatif dari publik.

"Bingung juga, nggak tahu kenapa. Kayaknya sudah berusaha kerja benar, turun ke bawah, kemudian kerja ke lapangan," kata Puan dalam acara Rosi Kompas TV, dikutip Jumat (13/1/2023).

Baca juga: Puan Bingung, Merasa Sudah Banyak Kerja tapi Tetap Banyak Orang Tak Suka

Memang, kata Puan, dia tak bisa menyelesaikan semua masalah yang menurutnya begitu banyak. Namun, ia mengaku sudah berusaha menyapa rakyat, mendengar aspirasi warga, dan mengetahui kondisi masyarakat di lapangan.

Ketua DPR RI tersebut pun mengatakan, tidak semua langkah dan kebijakan yang dia ambil bisa menyenangkan banyak orang.

"Kayaknya memang yang udah nggak suka tetep aja nggak suka. Udah nggak lihat lagi apa yang dilakukan oleh Puan Maharani, tapi dia selalu salah aja," ujarnya.

Kendati banyak yang berkomentar negatif, Puan bilang, dia akan tetap bekerja keras untuk memajukan kesejahteraan rakyat.

"Kan kita juga nggak bisa bikin senang semua orang suka, jadi saya terus aja jalan, terus aja turun ke bawah, menyapa masyarakat, ketemu dengan masyarakat. Udah itu aja yang bisa saya lakukan," tuturnya.

Baca juga: Puan Minta Maaf soal Aksi Lempar Kaus ke Warga Sambil Cemberut

Bagi kaus hingga tanam padi

Seperti diketahui, nama Puan Maharani seolah tak pernah lepas dari sorotan publik, utamanya di media sosial.

Akhir September 2022 lalu misalnya, di media sosial Twitter viral video Puan bagi-bagi kaus ke warga. Dalam video itu, tampak Puan melempar-lemparkan kaus dengan muka cemberut.

Puan tahu betul bahwa aksinya itu jadi bulan-bulanan warga di media sosial. Dia pun akhirnya menyampaikan permohonan maaf.

"Hadeh, ya pokoknya, atas kejadian itu, pada kesempatan ini, saya minta maaf kalau kemudian, kok judes banget, kok cemberut banget, saya minta maaf," kata Puan dalam acara Rosi Kompas TV, dikutip Jumat (13/1/2023).

Puan lantas menjelaskan duduk perkara mengapa ia menunjukkan wajah cemberut ketika membagikan kaus ke warga.

Baca juga: Kala Puan Bicara Aksi Tak Lazim Tanam Padi Maju yang Sempat Bikin Heboh

Dia berdalih, cuaca saat itu sedang panas-panasnya. Ketika itu, tidak sedikit warga yang meminta kaus dan mengajaknya bersalaman.

Namun, pada saat bersamaan, timnya di lapangan tak membantunya secara maksimal untuk membagikan kaus ke warga.

Oleh karenanya, Puan bilang, ekspresi cemberutnya saat itu murni disebabkan kinerja tim yang tidak baik, bukan karena banyaknya warga yang meminta kaus.

"Kalau lihat di videonya itu kelihatan, saya enggak marah sama rakyat, saya enggak cemberut sama rakyat, saya mau ayo cepatan, rakyat mau segera mendapat kaus, mau salaman juga," terang Puan.

"Setelah itu karena saya anggap sudah enggak kondusif, ya sudah saya kemudian naik mobil, jadi enggak ada maksud apa-apa juga," ujarnya lagi.

Tak lama setelah peristiwa bagi-bagi kaus itu, Puan juga mendapat sorotan. Saat itu, videonya menanam bibit padi di sawah di desa Adat Sedang, Abiansamel, Badung, Bali, viral di media sosial.

Namun, tak selazimnya cara petani menanam padi, Puan menancapkannya dengan berjalan maju, bukan mundur. Malahan, cara ini diikuti oleh petani yang saat itu juga terjun ke sawah.

Baca juga: Puan: Capres PDI-P untuk Pemilu 2024 Tak Harus Saya

Belakangan, Puan mengungkap bahwa aksi menanam bibit padi dengan cara maju itu bukan inisiatifnya, namun diajarkan oleh para petani Badung yang memang menerapkan metode tersebut.

"Ya, jadi saya ikuti apa yang biasa ibu-ibu petani itu lakukan. Ya bukan saya ngarang-ngarang nanam majulah, saya ngikutin apa yang sudah dilakukan ibu-ibu petani," kata Puan.

Puan mengatakan, metode menanam bibit padi dengan cara maju memang belum diterapkan di banyak tempat. Akan tetapi, cara tersebut sudah lazim bagi para petani Badung.

Dia sendiri sempat mengaku heran. Namun, metode tersebut tidak mengada-ada.

"Saya juga nanya, ini memang nanamnya begini?, 'ya mba, cara nanamnya begini'. Ya saya ikutin lah ibu-ibu petani, masa saya ngajarin ibu petani, kan yang lebih pintar ibu petani kalau nanam padi," ujar Puan.

"Jadi enggak ngarang, ini enggak ngarang-ngarang, bukan saya yang nanam maju, saya ikuti ibu-ibu petani," lanjutnya.

Baca juga: Puan Mengaku Tak Dapat Privilese Jadi Putri Megawati, Tidak Pernah Minta Jabatan

Kutukan anak presiden

Melihat ini, Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, menilai, Puan seolah terkena "kutukan" anak presiden.

Sebagai putri Megawati yang tidak hanya mantan kepala negara tetapi juga pemilik sekaligus ketua umum partai politik terbesar, PDI Perjuangan, Puan dianggap punya banyak hak istimewa.

Oleh karenanya, sebagian publik bakal memandang Puan dengan sebelah mata, apa pun pencapaiannya.

"Menurut saya alasannya adalah kutukan anak presiden. Karena kan Mbak Puan sendiri sudah terlahir dengan privilese sehingga apa yang dilakukan, dianggap, dipersepsi oleh orang bukan prestasi atau bukan kerja keras," kata Kunto kepada Kompas.com, Senin (16/1/2023).

"(Sebagian menganggap) ya biasa-biasa saja dong, orang anak presiden kok, atau anak ketua partai politik terbesar di Indonesia kok," tuturnya.

Tak hanya Puan, menurut Kunto, pola yang sama juga terjadi pada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Manuver Ketua Umum Partai Demokrat itu kerap mendulang respons negatif publik karena sebagian pihak menilai pencapaian AHY tak lepas dari peran besar sang ayah.

"Karena privilese yang mereka punya itu dianggap bukan hasil kerja keras, terberikan, dan semua orang juga bisa melakukan itu asal anaknya presiden," ujar Kunto.

Dengan situasi demikian, kata Kunto, wajar jika Puan merasa apa pun yang dia lakukan selalu dianggap tidak benar di mata publik.

Sebagian orang akan selalu menilai tindakan Puan salah karena terlanjur menaruh rasa sinis ke mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu.

Kelompok-kelompok tersebut juga tak akan berupaya mencari pembelaan Puan karena mereka mengutamakan rasa sinisme.

"Publik tidak merasa perlu mencari tahu alasan-alasannya. Cukup dengan 'ya karena Puan begitu' atau 'karena anak presiden', maka ya ada (pandangan) sombong, atau otoriter, atau sekehendak hatinya sendiri, atau tidak punya empati. Gitu akhirnya yang muncul," kata Kunto.

Baca juga: Pasrahnya Puan soal Capres PDI-P Pilihan Megawati, Menyerah atau Strategi?

Untuk menyelesaikan ini, menurut Kunto, butuh kerja keras Puan untuk tidak hanya sekadar memperbaiki gestur komunikasinya.

Persoalan yang lebih penting ialah menjelaskan ke publik soal narasi seorang Puan Maharani. Puan harus bisa membuktikan bahwa pencapaiannya saat ini bukan semata karena dia putri Megawati.

Misalnya, bagaimana sulitnya Puan berjuang sebagai putri Megawati dan cucu Soekarno pada era Orde Baru pemerintahan Soeharto, atau hal-hal lain yang tak banyak diketahui masyarakat.

"Jadi, menurut saya, narasinya Mbak Puan yang harus diperbaiki, bukan masalah gestur, gaya komunikasi," kata Kunto.

"Kalau gestur, gaya komunikasi diperbaiki tanpa penjelasan tentang kenapa dia bisa begitu, sejarahnya gimana, menurut saya agak-agak susah hari ini buat Mbak Puan," tutur dosen Universitas Padjadjaran itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com