Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Memahami Titah Megawati: Kasihan Dah Jokowi

Kompas.com - 16/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah. Loh legal formal loh, beliau jadi presiden tuh nggak ada....kan ini...legal formal diikuti terus sama saya, aturannya, aturan mainnya.”

PERNYATAAN Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang diucapkan di acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023), tak pelak menimbulkan kontroversi di publik.

Ada kalangan yang menganggap pernyataan Presiden ke-V RI itu merendahkan Presiden Joko Widodo dan menjadi “tohokan” politik tertajam Megawati kepada kadernya yang menjabat presiden selama dua periode.

Sementara ada pihak lain yang menganggap, wejangan Megawati kepada Jokowi hanyalah pesan “sayang” dari seorang Ibu kepada anaknya. Tidak ada yang istimewa dari perkataan demi perkataan Megawati di HUT PDIP tersebut.

Jauh sebelum acara milad setengah abad PDIP itu, kalangan internal PDIP memang terbelah dalam dua arus besar.

Ada yang mendukung secara struktural kepada putri Megawati, yakni Puan Maharani sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Sementara ada yang menyokong secara “diam-diam” terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi selalu mengendorse kalau Ganjar Pranowo adalah sosok pilihannya untuk menjadi capres. Beberapa elite PDIP secara terang-terangan menjagokan Puan sebagai capres.

Sementara Megawati maupun PDIP hingga hari ini tidak kunjung juga mendeklarasikan siapa sosok capres dan cawapresnya.

Semula forum HUT PDIP ke-50 ditengarai berbagai kalangan akan penuh kejutan, dengan pengumuman Megawati soal jagoan yang akan diusung PDIP di Pilpres 2024.

Apakah ada yang “salah” dan “aneh” dari pernyataan putri tertua Proklamator Bung Karno itu?

Memahami pesan narasi politik yang disampaikan “kampiun” politik seperti Megawati memang membutuhkan kejernihan, obyektifitas, dan pola pandang dari berbagai aspek.

Aspek historis Megawati dan PDIP sebagai representasi kekuatan oposisi kritis sejak cengkeraman kekuasaan represif Orde Baru, sangat sulit dikomparasi dengan seluruh ketua umum partai-partai politik yang masih eksis sampai sekarang.

Kesejarahan partai-partai selain PDIP pascatumbangnya Soeharto, tidak ada yang sekomplet dan selengkap PDIP.

Megawati terbukti dan berhasil membawai partainya “selamat” dalam turbulensi dan huru hara politik. Mulai dari periodesasi “dihabisi” dan “ditekan” penguasa Orde Baru; memilih golput di Pemilu 1997 sehingga secara legalitas menjadi Pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia modern; memenangkan Pemilu 1999 tapi hanya didapuk menjadi Wakil Presiden; menggantikan Gus Dur sebagai RI-1 dalam waktu singkat (2001 – 2004); kalah dalam dua kali Pilpres (2004 dan 2009); mengantarkan dua kali kemenangan Jokowi dalam Pilpres (2014 dan 2019). Dan kini menanti perhelatan Pilpres 2024 di saat usianya semakin sepuh.

Aspek relasi sosial psikologis yang terbangun antara Megawati dengan Jokowi yang bermula dari pemilihan wali kota Solo, pemilihan gubernur (Pilgub) DKI hingga ajang dua kali Pilpres, menjadi bukti penguat adanya hubungan “Ibu” dan “Anak” di antara keduanya.

Tiket pencapresan Jokowi dari Megawati

Bukan perkara mudah bagi Megawati ketika memberikan “tiket” pencalonan bagi Jokowi sejak dari Solo hingga Jakarta.

Solo yang menjadi bagian Provinsi Jawa Tengah, dipimpin Gubernur Bibit Waluyo. Pensiunan tentara berbintang tiga itu, semula diusung PDIP tetapi di perjalanannya membelot dari Banteng. Saya ikut menemani Megawati saat mengusung pertama kali Jokowi di Solo (2005).

Di saat partai-partai lain apalagi oposisi memerlukan “bensin” untuk logistik partai, Megawati tidak mengenal mahar atau biaya pencalonan.

Mendukung Jokowi dilakukannya karena keyakinan akan “pria kurus kering” – demikian Megawati kerap menyebut Jokowi sebagai rasa sayangnya karena Jokowi begitu peduli perhatiannya kepada rakyat kecil.

Pilihan Megawati memang tepat. Solo di tangan Jokowi menjadi berubah dan menjadi kota yang membanggakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com