Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Tanpa Langkah Konkret, Pengakuan Jokowi Soal Pelanggaran HAM Berat Tak Ada Artinya

Kompas.com - 12/01/2023, 13:58 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyati mengatakan, pengakuan dan penyesalan Presiden Joko Widodo terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat tidak ada artinya jika tak disertai langkah konkret.

Menurut dia, langkah konkret berupa pertanggungjawaban hukum dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat sangat diperlukan.

"Kami memandang bahwa pengakuan dan penyesalan yang disampaikan Presiden Jokowi tentu tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan langkah konkret pertanggungjawaban hukum dan akuntabilitas negara dalam menyesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Fatia dilansir dari siaran pers di laman resmi Kontras, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Jokowi Akui 12 Peristiwa HAM Berat, Amnesty International: Pengakuan Belaka Menambah Luka Korban

Pada dasarnya, lanjut dia, rekomendasi perihal pengakuan atas adanya kejahatan kemanusiaan bukanlah hal baru.

Sebab sejak 1999, Komnas HAM sudah menyampaikan rekomendasi demikian kepada presiden saat itu.

"Bahkan, tidak hanya sekedar pengakuan melainkan permintaan maaf, mengingat pelanggaran HAM berat adalah akibat penyalahgunaan kekuasaan badan/pejabat pemerintahan," tutur Fatia.

Dia menekankan, pengakuan dan permintaan maaf kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu tidak dapat berdiri sendiri.

Baca juga: PGI Sarankan Hapus Materi Sejarah yang Kaburkan Fakta Pelanggaran HAM Berat

Pengakuan dan permintaan maaf tersebut harus ditindaklanjuti dengan rangkaian tindakan untuk memberikan hak-hak korban secara keseluruhan.

Namun, lanjut Fatia, sejauh catatan dan pemantauan Kontras selama ini, model pemulihan yang terjadi terdapat indikasi bahwa muatannya menyalahi prinsip keadilan, misal dengan tidak berpihak kepada korban sebagai pemangku utama kepentingan.

"Pemerintah di sejumlah kesempatan tertangkap tangan membuat peraturan dan kegiatan yang seolah ingin pelanggaran HAM berat selesai, namun tidak sesuai dengan standar penegakan HAM yang berlaku secara universal," ucap dia.

Baca juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Sumarsih: Tak Perlu Disesali, Dipertanggungjawabkan

Sehingga, Kontras khawatir pernyataan Presiden Jokowi yang berangkat dari rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) dikhawatirkan hanya pemanis yang menempatkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat hanya mendorong pada mekanisme non-yudisial.

"Sekaligus mewajarkan praktik pengabaian terhadap pengadilan HAM yang buruk terjadi selama ini. Ditambah pembiaran terhadap tidak dilakukannya reformasi kelembagaan yang selama ini menjadi aktor pelanggaran HAM berat," kata Fatia.

"Dengan kata lain, pengakuan, penyesalan, serta pernyataan Presiden Jokowi lainnya atas rekomendasi hasil Tim PPHAM tidak lebih dari pembaruan terhadap janji lama," tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerima laporan dari Tim PPHAM di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023).

Presiden mengatakan, dirinya sudah secara seksama membaca laporan tersebut.

Dari laporan yang diberikan oleh PPHAM, Presiden mengakui bahwa pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi dalam keterangannya usai menerima laporan.

"Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada 12 peristiwa," lanjutnya.

Kepala Negara kemudian merinci 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang dimaksud. Keduabelas peristiwa terjadi dalam rentang waktu sejak 1965 hingga 2003.

Berikut 12 kasus pelanggaran HAM berat tersebut:

  1. peristiwa 1965-1966
  2. peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985
  3. peristiwa Talangsari, Lampung 1989
  4. peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
  5. peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998
  6. peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
  8. peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999
  9. peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
  10. peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
  11. peristiwa Wamena, Papua 2003
  12. peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com