Di dalam negeri, Aceh yang cenderung melakukan restriksi pada aktivitas perempuan terlihat lebih terbelakang dibanding wilayah lain.
Data dari Badan Pusat Statistik 2019, misalnya, menyebut Aceh menjadi wilayah dengan tingkat prosentase penduduk miskin paling banyak di pulau Sumatera.
Topik kedua yang membuat suara Mega meninggi adalah ketika dia bicara mengenai perlakuan orde baru pada para exil dan tahanan politik.
Dia menceritakan pertemuannya dengan para mahasiswa yang dikirim ke luar negeri, tapi tidak bisa kembali karena dicap komunis oleh Orde Baru.
Dia bercerita tentang dirinya sendiri yang diminta Soekarno tidak menyelesaikan sekolah di perguruan tinggi.
Dia bercerita tentang banyak nisan di Taman Makam Pahlawan yang tak bernama. Mengapa ada banyak pahlawan yang tidak boleh ditulis namanya, bahkan di batu nisannya? Mega mendidih.
Di titik ini, Megawati seperti hendak menunjukkan kerisauan yang mandalam terkait dengan represi dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Orde Baru.
Menarik bahwa sehari setelah pidato tersebut, Presiden Joko Widodo melakukan konferensi pers yang memberi pengakuan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara di masa lalu.
Ada 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang disebut, antara lain peristiwa 1965-1966, penghilangan paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, dan seterusnya.
Penyebutan secara eksplisit bahwa peristiwa 1965-1966 sebagai pelanggaran HAM adalah langkah maju.
Pengakuan ini setidaknya mungkin bisa menangkal stigmatisasi negatif pada keluarga korban dan pihak-pihak yang kritis pada negara.
Topik ketiga adalah tentang komitmen kebangsaan. Dia meminta pada para kader partainya untuk turun ke bawah, bukan sekadar ramai memburu kekuasaan dan harta. Komitmen kebangsaan ini tidak boleh ditawar.
Salah satu bentuk komitmen itu adalah taat pada kesepakatan mengenai pergantian kekuasaan.
Dia menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan. Dia tidak ingin kader PDIP bermain-main dengan isu fundamental ini.
Megawati mengingatkan para kader PDIP bahwa partai mereka adalah kelanjutan dari Partai Nasional Indonesia yang didirikan Soekarno masa penjajahan pada 1927.