Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Ketika HUT Ke-50 PDI-P Masih Berbuah Ambiguitas Politik

Kompas.com - 11/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEHARI sebelum Hari Ulang Tahun ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), beredar isu bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai berlogo banteng moncong putih tersebut akan sekaligus mengumumkan siapa yang akan menjadi calon presiden resmi PDI-P.

Setali tiga uang dengan itu, ekspektasi banyak pihak, terutama media, juga mengalir dalam alur yang sama.

Kejelasan tentang keberanian PDI-P untuk keluar dari ambiguitas politik antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo selama ini memang sangatlah ditunggu-tunggu.

Tapi ternyata, ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Megawati Soekarnoputri nampaknya masih asyik dengan narasi-narasi besar yang justru semakin memperlihatkan bahwa PDI-P masih belum mampu menemukan satu pilihan yang tepat untuk ditawarkan kepada publik nasional.

Tentu tak ada masalah bagi PDI-P dan Megawati Soekarnoputri dengan keputusan untuk tetap memainkan strategi "ambiguitas" semacam itu. Karena secara politik, keputusan sepenting itu memang menjadi hak prerogatif seorang ketua umum.

Megawati Soekarnoputri berhak mengumumkan atau tidak mengumumkan siapa yang akan menjadi calon presiden resmi PDI-P.

Bahkan berhak sepenuhnya memilih Puan Maharani ketimbang Ganjar Pranowo, jika memang itu adalah keinginan Megawati Soekarnoputri.

Masalahnya, Megawati Soekarnoputri belum berani menggunakan hak prerogatifnya. Walhasil, HUT ke-50 PDI-P alih-alih memberikan kepastian politik untuk PDI-P dan untuk jagat politik nasional, justru malah menambah ketidakpastian.

Bagi PDI-P, posisi "status quo" politik pasca-HUT ke-50 akan membuat partai mengalami pelemahan fokus pada pemilihan mendatang.

Visi misi memenangkan partai tanpa diikuti siapa calon yang akan dimenangkan akan membuat perjuangan menjadi hambar dan kurang energik.

Apalagi, secara politik relasi calon pemimpin yang diusung dengan partai yang mengusung sangatlah erat.

Calon yang diusung bisa menjadi penentu raihan suara partai, begitu juga sebaliknya. Jadi kepastian tentang siapa calon yang akan diusung dan diperjuangkan PDI-P juga akan berpengaruh kepada performa elektoral PDI-P di pemilihan mendatang.

Dan nampaknya Megawati Soekarnoputri belum berani untuk berlabuh lebih jauh, bukan karena faktor internal partai, tapi menurut saya, karena Megawati Soekarnoputri lebih memilih untuk memberi bonus waktu kepada Puan Maharani sekira setahun lagi, bahkan lebih. Sebut saja sampai batas akhir penetapan calon presiden.

Dari pidatonya pada HUT ke-50 PDI-P sangat jelas tergambar bahwa Megawati Soekarnoputri menginginkan sosok calon presiden perempuan.

Berbalutkan narasi kesetaraan laki-laki dan perempuan yang disisipi dengan contoh-contoh pemimpin perempuan di masa lalu, Megawati Soekarnoputri terus mencoba meyakinkan para hadirin yang hadir pada khususnya dan publik nasional pada umumnya bahwa sudah waktunya Indonesia kembali dipimpin perempuan.

Tentu tidak ada yang salah dengan ide untuk memajukan calon pemimpin perempuan atau gagasan tentang kesetaraan gender.

Masalahnya adalah seberapa besar peluang calon perempuan tersebut untuk menang berdasarkan kalkulasi matematika politik yang ada. Dalam hal ini, tentu matematika politik antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.

"Choice, not chance, determines your destiny", kata filsuf Aristoteles.

Keberanian menentukan pilihan (choice) lebih berperan besar dalam menentukan arah masa depan ketimbang keterlenaan dalam memanfaatkan kesempatan demi kesempatan (chance).

Perpanjangan kesempatan yang diberikan kepada Puan Maharani akan sekaligus memperpanjang seteru antara dua kubu di dalam PDI-P alias akan mempersulit PDI-P untuk bersatu dan menyamakan visi dalam menyongsong tahun 2024.

Karena publik saat ini sudah sangat melek politik. Pemilih sangat sensitif dengan opini publik di satu sisi dan antusias dengan survei-survei politik ilmiah di sisi lain.

Jika PDI-P terus mengesampingkan suara publik, kurang sensitif terhadap hasil-hasil survei yang konsisten memosisikan Ganjar Pranowo unggul secara elektoral, dan bertahan dengan strategi "ambiguitas" semacam itu, dikhawatirkan justru akan merugikan PDI-P sendiri.

"What people have the capacity to choose, they have the ability to change", kata Madeleine K Albright.

Megawati dan PDI-P berkapasitas untuk mengubah ketidakpastian politik menjadi sebuah kepastian yang akan memperpanjang rentang waktu partai untuk bersatu di bawah satu pilihan politik.

Sebenarnya PDI-P telah membuktikan ini secara faktual. Keberanian PDI-P untuk memilih Jokowi ketimbang bertahan dengan keinginan untuk memajukan Megawati Soekarnoputri di ajang pilpres tahun 2014 adalah "choice" yang mengubah peta politik nasional dan membawa PDI-P pada posisi sebagai pemenang.

Artinya PDI-P punya track record yang jelas untuk berdiri secara berani bersama dengan hasil-hasil survei yang memang telah terbukti memenangkan Jokowi kala itu. Lantas kini PDI-P ibarat melupakan pengalaman tahun 2014 lalu dalam berkeputusan.

Setiap bulan selalu ada lembaga survei terpercaya yang merilis hasil survei mereka. Hasilnya pun tetap konsisten bahwa Ganjar Pranowo adalah satu-satunya kader PDI-P yang berhasil mengalahkan kandidat lain yang potensial mengalahkan PDI-P jika calonnya bukanlah Ganjar Pranowo.

Bahkan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan peningkatan drastis suara Ganjar Pranowo.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo masih menduduki peringkat pertama sebagai calon presiden 2024 dengan suara sebesar 33,7 persen.

Menurut SMRC, dari bulan Mei 2021 ke Desember 2022, suara Ganjar meningkat drastis dari sebelumnya 25,5 persen.

Jadi dengan tetap bertahan bersama strategi ambiguitas politik seperti ini, berharap Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani bisa semakin mengonsolidasikan "rumah tangga" PDI-P, peluangnya justru berpotensi malah sebaliknya.

Belum jelasnya posisi partai tentang pilihan apakah Ganjar Pranowo atau Puan Maharani, maka potensi pembelahan akan semakin besar, alih-alih konsolidasi.

Kedua kubu baik yang mendukung Ganjar Pranowo maupun pendukung Puan Maharani akan berpotensi meramaikan ruang publik dengan aksi-reaksi konfliktual seperti tahun 2022 lalu yang sudah tentu akan sangat merugikan PDI-P.

Boleh jadi konflik kedua kubu bisa diredam oleh aturan main internal partai seperti yang telah berlangsung selama dua bulan terakhir di mana hubungan Puan Maharani dan Ganjar Pranowo terlihat hangat.

Tapi selama pilihan belum diambil, peluang konflik tetap ada dan bisa jadi semakin hari akan semakin berbahaya bagi PDI-P sendiri yang berusaha menciptakan hattrick pada ajang Pemilu 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com