"Kursi itu diisi oleh siapa? Diisi oleh urutan yang sudah dibuat oleh parpol. Sayangnya seringkali urutan yang dibuat itu tidak dibuat secara demokratis dengan ukuran yang jelas, dan kita juga sering dengar urutan itu dibuat juga dengan melibatkan uang, pengaruh oligarkis di dalam parpol, ditentukan elite-elitenya dalam parpol," jelas Hadar, Senin (2/1/2023).
Baca juga: Beragam Alasan PDI-P Dukung Pemilu dengan Proporsional Tertutup yang Ditentang 8 Parpol Lain
Hal ini membuat para anggota legislatif yang terpilih bukan merupakan sosok yang dekat dengan pemilihnya.
Mereka juga dikhawatirkan tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap daerah pemilihan (dapil) yang jadi konstituan mereka karena mereka dipilih oleh parpol.
"Padahal di konsitusi kita dikatakan kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangan parpol. Parpol kan mencalonkan saja," ujarnya.
Kedekatan antara pemilih dan terpilih ini dinilai krusial karena anggota legislatif perlu memperjuangkan apa yang ia janjikan terhadap masyarakat dan memastikan bakal kerja dengan benar.
Ini akan menimbulkan simbiosis mutualisme di mana timbul kepercayaan dari pemilih untuk memilihnya kembali di pemilu edisi berikutnya.
"Hubungan itu susah atau sulit bisa diciptakan dengan sistem yang tertutup," ungkap Hadar.
Sebelumnya, wacana soal sistem pemilu proporsional terbuka dan proporsional tertutup mengemuka setelah Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengungkap bahwa para politikus sebaiknya tidak mengaku diri sebagai "caleg".
Selain karena masa kampanye belum dimulai, judicial review atas sistem pemilu yang tengah bergulir di MK juga menjadi alasan.
Menurut Hasyim, seandainya MK mengabulkan sistem pemilu proporsional tertutup, maka upaya para "caleg" itu sia-sia.
Namun, jauh sebelum Hasyim, politikus PDI-P sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat telah membawa wacana ini.
Dalam lawatannya ke kantor KPU RI pada September 2022, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung soal mahalnya biaya politik dan kaitannya dengan korupsi para anggota dewan akibat sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini.
Baca juga: PDI P Hormati Pertemuan Ketum 8 Parpol Penolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
"Pemilu di Indonesia itu sangat mahal, biaya dari APBN itu mungkin dari Rp 100 triliun untuk KPU dan Bawaslu. Sekarang coba kita hitung biaya yang dikeluarkan oleh kandidat, itu pasti lebih dari itu," ujar Djarot kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu (21/9/2022).
Djarot menilai, sistem proporsional tertutup juga bakal menciptakan persaingan yang lebih adil kepada para calon anggota legislatif.
"Tidak ada lagi pertarungan antarcalon, mereka-mereka yang sekarang mengurusi partai luar biasa, berkorban luar biasa, kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair," ujar politikus PDI-P.