Menurut Maqdir, selama proses sidang, baik ahli yang dihadirkan Jaksa maupun terdakwa tidak ada yang bersepakat mengenai definisi kerugian perekonomian negara.
Di sisi lain, saat ini belum terdapat produk hukum yang mengatur mengenai kerugian perekonomian negara sebagaimana ketentuan kerugian keuangan negara.
Maqdir mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara harus pasti.
Namun, pernyataan ahli yang berbeda-beda itu menunjukkan adanya ketidakpastian. Ia juga mengungkit keterangan ahli Rimawan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebut kerugian perekonomian tersebut Rp 12 triliun.
Baca juga: Lin Che Wei dan 2 Bos Perusahaan Minyak Goreng Divonis 1 Tahun dalam Kasus Korupsi Ekspor CPO
Namun, di persidangan keterangannya berubah menjadi Rp 10 triliun karena terdapat perhitungan yang keliru.
“Ini membuktikan bahwa tidak ada kepastian hukum mengenai kerugian perekonomian negara ini karena tidak ada standarnya,” tutur Maqdir.
Perkara dugaan korupsi ekspor CPO menyeret lima orang sebagai terdakwa.
Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Indra Sari Wisnu Wardhana dan Tim Asistensi Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Lin Che Wei.
Kemudian, General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.
Baca juga: Eks Dirjen Kemendag Indra Sari Wisnu Divonis 3 Tahun untuk Kasus Korupsi Ekspor CPO
Dalam perkara ini, Indra Sari divonis 3 tahun penjara, dan Master 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Sementara, Lin Che Wei, Pierre dan Stanley Ma divonis 1 tahun penjara. Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyebut, perbuatan para terdakwa melakukan ekspor CPO tidak terbukti menimbulkan kerugian perekonomian negara.
Hakim menyatakan dakwaan primer Jaksa, yakni Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor tidak terbukti.
Meski demikian, hakim melihat perbuatan Indra Sari yang menerbitkan persetujuan ekspor (PE) untuk tiga grup perusahaan minyak sawit itu merupakan penyalahgunaan wewenang.
Baca juga: Eks Mendag Lutfi Disebut Semestinya Tanggung Jawab secara Moral Sebabkan Kelangkaan Minyak Goreng