Sekaligus menunjukkan ketegasan institusi penegak hukum dalam memberantas tindak pidana kekerasan seksual.
Baca juga: Jejak Kasus Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santriwati yang Kini Menanti Hukuman Mati
"Tidak ada kasus kekerasan seksual yang dapat ditoleransi dan siapapun pelakunya, hukum harus ditegakkan dan di proses dengan peraturan yang sesuai. Tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual dalam bentuk apapun itu,” beber Bintang.
Kasus ini sendiri sudah menjadi perhatian serius KemenPPPA dengan mencermati dan mengawal proses hukumnya. Pasalnya, kasus kekerasan merupakan sebuah bentuk kejadian yang berulang.
Dalam upaya memutus rantai kekerasan dan keberulangan tersebut, Bintang mendorong setiap masyarakat yang mengalami ataupun mengetahui adanya tindak kekerasan segera melaporkannya kepada pihak berwajib.
Selain itu, bisa melapor ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta Layanan SAPA 129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai putusan hakim menjadi peringatan bagi pedofil yang lain.
Vonis mati dijatuhkan mengingat kesalahan yang dilakukan Herry berlipat ganda. Dari 13 santri yang diperkosa, sebagian besar sampai hamil dan memiliki anak.
Wanita yang akrab disapa Ninik ini menyampaikan, Herry menghancurkan hidup 13 santriwati tersebut. Meski mereka masih hidup, ada beban emosional dan trauma yang akan dibawanya.
"Hukuman mati sebagai bentuk warning (peringatan) bagi pelaku pedofil, bahwa negara tidak main-main dalam menangani ini, dan ini tidak boleh terjadi lagi. Semoga dengan seperti itu akan ada efek jeranya," ucap Ninik.
Sebagai informasi, perbuatan pemerkosaan itu dilakukan Herry Wirawan sejak 2016 hingga 2021. Herry memerkosa 13 santriwati itu di banyak tempat, seperti pesantren, hotel, dan apartemen.
Fakta persidangan pun menyebutkan bahwa terdakwa memerkosa korban di gedung yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R.
Pelaku adalah guru bidang keagamaan sekaligus pimpinan yayasan itu. Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Pada pengadilan tingkat pertama, hakim menyebut perbuatan Herry mengakibatkan perkembangan anak menjadi terganggu. Fungsi otak anak korban pemerkosaan juga menjadi rusak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.