Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanyakan Alat Bukti Penetapan Tersangka, Kubu Gazalba Saleh Nilai KPK Langgar Prosedur

Kompas.com - 03/01/2023, 16:30 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh, Firman Wijaya menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pelanggaran prosedur dengan menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa adanya surat penetapan yang disertakan dengan alat bukti.

Hal itu disampaikan Firman merespons jawaban Tim Biro Hukum KPK yang menyatakan penanganan perkara terhadap Gazalba Saleh dilakukan dengan Undang-Undang KPK yang bersifat khusus atau lex specialis.

Baca juga: Hari Ini, KPK Jawab Gugatan Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh

“Prinsipnya kita menghormati proses hukum KPK tapi ya kami meminta KPK bisa menghormati praperadilan yang dilakukan. Asas keseimbangan itu penting,” ujar Firman usai persidangan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

“Tidak kemudian atas dasar alasan lex specialis, kekhususan, kemudian boleh saja melakukan langkah-langkah yang keluar dari prosedur, artinya tindakan lebih dulu prosedur kemudian, kira-kira seperti itu,” kata Firman.

Firman lantas mempertanyakan langkah KPK yang menetapkan Gazalba Saleh sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparatur sipil negara (ASN) di MA terkait penanganan perkara.

Adpaun Gazalba Saleh ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang bergulir di MA.

“Dalam kasus GS (Gazalba Saleh) mestinya kalau pengujian formal terhadap status penetapan status tersangka itu tidak bisa dihindari juga pasti menyangkut alat bukti dan perolehan alat bukti. Kalau tuduhannya terhadap seorang Hakim Agung dia menerima suap dan apa rangkaian itu disebut sebagai rangkaian OTT?” papar Firman.

Baca juga: KPK Periksa Hakim Agung Gazalba Saleh, Dalami Pengurusan Perkara di MA

“Saya rasa seharusnya jelas ya, persoalan yang namanya OTT itu ya adalah satu peristiwa di mana secara situasional ya orang, seseorang, itu di dalam hal ini Hakim agung, faktanya memang menerima janji dan pada saat itu juga ya ditemukan alat bukti apa yang dituduhkan?” ujar dia.

Firman berpandangan, kliennya tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka terkait perkembangan penanganan perkara terkait OTT terhadap sejumlah ASN di MA. Pasalnya, alat bukti yang dimiliki oleh KPK merupakan bukti yang didapatkan dari para tersangka yang terjerat kegiatan tangkap tangan tersebut.

“Tapi kalau alat buktinya ada di tempat lain, ada di orang lain, dia (Gazalba Saleh) tentu ini tidak bisa dikatakan sebagai OTT,” tegas Firman.

Tak hanya itu, Firman juga menyoroti penetapan tersangka terhadap Hakim Agung yang tidak melalui izin Presiden RI dan Jaksa Agung. Padahal, ketentuan itu merupakan prosedur yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (MA).

“Saya rasa ketentuan yang terkait dengan izin presiden tetap berlaku ya sebagai penyelenggara negara, tentu harus melalui prosedur karena belum ada satu pasal pun dalam UU KPK termasuk dalam UU Tipikor yang mengecualikan itu,” papar Firman.

Baca juga: KPK Buka Peluang Usut Sunat Hukuman Edhy Prabowo yang Diputus Gazalba Saleh

“Ada Pasal yang mengatakan ketentuan yang menyangkut izin presiden ini tidak berlaku? itu harus ada! kalau tidak ada, kita tidak bisa mengada-ada, ini yang harus saya katakan, prosedur pengajuan praperadilan penetapan status tersangka Hakim Agung GS menjadi penting karena jangan sampai memunculkan semacam preseden negatif, preseden ya tangkap dulu prosedur kemudian,” ujarnya.

Dalam gugatannya, Kubu Gazalba Saleh mempermasalahkan alat bukti yang dimiliki KPK sehingga bisa menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (Sprindik) KPK Nomor: B/714/DIK.00/23/11/2022 tanggal 01 November 2022.

Menurut kubu Gazalba Saleh, penetapan tersangka yang dilakukan komisi antirasuah itu tidak didasari oleh adanya surat penetapan tersangka sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), melainkan hanya melalui Spindik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com