Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Masih yang Terbaik

Kompas.com - 02/01/2023, 14:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai bahwa sistem pemilu proporsional terbuka masih yang terbaik untuk demokrasi Indonesia, setidaknya sampai saat ini.

Dengan sistem ini, pemilih dapat memilih sosok calon legislatif yang kelak akan mewakilinya di parlemen. Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya dapat memilih partai politik yang selanjutnya bakal menentukan sepihak siapa kadernya yang berhak duduk di parlemen.

"Idealnya, sistem pemilu kita makin mendekatkan kepada pemilih, bukan malah semakin menjauhkan pemilih," ujar Aditya kepada Kompas.com, Senin (2/1/2023).

Ia mengakui bahwa sistem ini memang tak lepas dari masalah. Terdapat masalah biaya politik yang tinggi di lapangan, misalnya, yang tak sedikit bermuara pada politik uang.

Baca juga: Pro-Kontra Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024, Didukung PDI-P, Ditolak Nasdem

Selain itu, sistem ini juga mengandalkan popularitas sosok calon legislatif sebagai sarana kampanye, ketimbang gagasan-gagasan partai politik.

"Namun sistem yang terbuka ini mendorong pemilih lebih mudah mengenali dan mencari tahu latar belakang caleg di dapilnya," ujar Adit.


"Caleg pun akan berusaha secara konsisten memelihara dan merawat pemilihnya dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya," kata Adit.

Terlebih, saat ini tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Perubahan sistem pemilu dianggap tidak perlu dilakukan saat ini.

"Saya berpandangan bahwa agenda untuk mendorong pergantian sistem pemilu sebaiknya dapat ditunda atau ditahan hingga seluruh tahapan Pemilu 2024 dapat sepenuhnya dijalankan dengan baik," ungkap Direktur Eksekutif Algoritma itu.

Baca juga: Ini Alasan PDI-P, Dukung Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup

"Revisi UU Pemilu dan Pilkada dapat dibicarakan secara serius di tahun berikutnya 2025 dan seterusnya. Penyelenggara dan Pengawas Pemilu kemudian dapat fokus menyelenggarakan dan mengawasi tahapan pemilu dengan baik," pungkasnya.

Wacana soal pemilu sistem proporsional tertutup, yang telah diterapkan Indonesia sejak 2009, mengemuka setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengungkap bahwa para politikus sebaiknya tidak mendaku diri sebagai "caleg".

Selain karena masa kampanye belum dimulai, judicial review atas sistem pemilu yang tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) juga menjadi alasan.

Menurut Hasyim, seandainya MK mengabulkan sistem pemilu proporsional tertutup, maka upaya para "caleg" itu sia-sia.

Baca juga: KPU Bantah Dorong Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024

Ide MPR

Namun, jauh sebelum Hasyim, politikus PDI-P sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat telah membawa wacana ini.

Dalam lawatannya ke kantor KPU RI pada September 2022, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung soal mahalnya biaya politik dan kaitannya dengan korupsi para anggota dewan akibat sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini.

"Pemilu di Indonesia itu sangat mahal, biaya dari APBN itu mungkin dari Rp 100 triliun untuk KPU dan Bawaslu. Sekarang coba kita hitung biaya yang dikeluarkan oleh kandidat, itu pasti lebih dari itu," ujar Djarot kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu (21/9/2022).

Djarot menilai, sistem proporsional tertutup juga bakal menciptakan persaingan yang lebih adil kepada para calon anggota legislatif.

Baca juga: PAN Curiga Ada Agenda Besar di Balik Munculnya Wacana Sistem Proporsional Tertutup

"Tidak ada lagi pertarungan antarcalon, mereka-mereka yang sekarang mengurusi partai luar biasa, berkorban luar biasa, kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair," ujar politikus PDI-P.

"Maka kita dorong supaya kajian ini kita kembali ke sistem proposional yang murni, yang tertutup," imbuh dia.

Di sisi lain, ia juga mengungkit bahwa kerja KPU RI akan lebih efisien dengan sistem proporsional tertutup, karena format suara akan jauh lebih sederhana dengan hanya menampilkan lambang partai politik, tanpa harus mencetak daftar nama caleg di setiap dapil.

"Kami juga amat terkejut dengan sistem seperti ini, maka format suaranya KPU akan mencetak ada 2.593 model jenis berbeda-beda. Bayangkan, apa enggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil," pungkas dia.

Baca juga: Ketua KPU: Kalau Ditanya, KPU PIlih Proporsional Tertutup

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) sebelumnya sudah mengkritik dalih efisiensi di balik mengemukanya kembali wacana pemilihan legislatif (pileg) dengan sistem proporsional tertutup.

Direktur Eksekutif Puskapol UI Hurriyah menganggap argumen soal efisiensi ini sebagai "argumen malas" dan "jalan pintas" atas permasalahan yang rumit.

"Argumen utamanya efisiensi anggaran, efisiensi kerja enggak juga. Kalau yang dikejar hanya efisiensi, saya mau bilang gini, pemerintahan yang paling efisien adalah yang paling otoriter karena jalurnya tidak panjang," kata Hurriyah kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

" Tapi demokrasi kan tidak bicara melulu soal efisiensi. Esensi demokrasi adalah rakyat punya daulat, di mana masyarakat punya kuasa memilih representasinya secara langsung," jelasnya.

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg pilihannya untuk duduk di parlemen. Sementara itu, dalam sistem tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik, untuk berikutnya partai yang memilihkan kadernya duduk di parlemen.

Hurriyah menambahkan, demokrasi tidak bicara soal efisien atau tidak efisien.

Dibandingkan sistem pemerintahan lain, demokrasi justru mungkin menjadi sistem yang paling tidak efisien.

"Demokrasi memang mahal, tetapi demokrasi terbukti menjadi sistem yang terbaik di antara pilihan yang buruk," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com