Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Hamidah Abdurrachman
Pakar Hukum Pidana

Pakar Hukum Pidana, peneliti, pengamat Kepolisian dan aktivis pelayanan hak-hak perempuan dan anak

Mafia Perkara di Mahkamah Agung, Siapa yang Bermain? (Bagian II - Habis)

Kompas.com - 31/12/2022, 09:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WAKIL Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial Sunarto menyatakan angkat bendera putih membereskan makelar kasus (markus). Sunarto mengaku para markus lebih pintar dan MA tidak mampu menghadang para pemian markus tesebut.

Mahkamah Agung segera mengambil langkah menekan ruang gerak markus dengan memberhentikan sementara pelaku markus dari jabatannya. Setelah diberhentikan, semua perkara ditarik dan tidak diberikan perkara baru.

Di sisi lain, Ketua MA yang dituding tidak bekerja untuk mengatasi markus pada lembaganya, Syarifuddin menegaskan, saat ini pihaknya terus melakukan langkah-langkah perbaikan sistemik, termasuk upaya menutup semua celah bagi terjadinya transaksi dalam proses penanganan perkara.

Sebelumnya KPK pernah menangkap mantan Sekretaris MA Nurhadi yang menerima suap Rp 45,7 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).

Selain Nurhadi, KPK juga pernah menangkap Pejabat MA lainnya Andri Tristianto yang kala itu terjerat kasus suap dagang perkara.

Sampai saat ini belum terlihat upaya Mahkamah Agung dalam mengatasi Markus yang akhirnya terjadi lagi kasus yang melibatkan dua Hakim Agung.

Kasus Hakim Agung Sudrajad, melibatkan cukup banyak pemain yang dijadikan tersangka: Sudrajad Dimyati (SD); Gazalba Saleh (GS); hakim yustisial sekaligus asisten Gazalba, Prasetio Nugroho (PN); staf Gazalba, Redhy Novarisza (RN); hakim yustisial sekaligus panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP).

Kemudian PNS pada Kepaniteraan MA, yaitu Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB); pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). Hakim yustisial Edy Wibowo (EW).

Diduga terjadinya markus ketika Koperasi Intidana yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Semarang, memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno.

Kedua pengacara tersebut kemudian diduga melakukan pertemuan dan menjalin komunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Pihak-pihak tersebut dinilai bisa menjadi perantara dengan hakim agung yang nantinya diharapkan bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan pemohon.

Pengawasan internal tidak berjalan

Pengawasan internal yang selama ini dilakukan oleh Mahkamah Agung dianggap tidak cukup optimal dan tidak cukup memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas, independensi, dan transparansi.

Hal tersebut selain karena adanya semangat membela korps yang cukup tinggi, juga karena rumitnya birokrasi yang harus dilakukan sehingga proses pengawasan hakim dan akses masyarakat untuk melaporkan hakim bermasalah menjadi relatif cukup sulit.

Beberapa alasan tidak efektifnya pengawasan internal (fungsional) yang ada di badan-badan peradilan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) kualitas dan integritas pengawas yang tidak memadai, (2) proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan, (3) belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya (ketiadaan akses), (4) semangat membela sesama korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan hukuman tidak seimbang dengan perbuatan (Masripattunnisa:2014).

Dalam naskah akademis pembentukan UU Komisi Yudisial disebutkan pada praktiknya pengawasan internal oleh Mahkamah Agung memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

  1. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas;
  2. Dugaan semangat membela korps;
  3. Kurang lengkapnya metode pengawasan dan tidak dijalankannya metode pengawasan yang ada secara efektif.
  4. Kelemahan sumber daya manusia;
  5. Pelaksanaan pengawasan yang selama ini kurang melibatkan partisipasi masyarakat;
  6. Rumitnya birokrasi yang harus dilalui untuk melaporkan/ mengadukan perilaku hakim yang menyimpang.

Lemahnya proses pengawasan oleh Badan Pengawas MA semakin membuka celah terjadinya korupsi di sektor peradilan.

Kondisi tersebut memungkinkan masih banyaknya oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup, namun tidak teridentifikasi oleh Mahkamah Agung. Apalagi Mahkamah Agung nampaknya masih bergerak pascamunculnya kasus, belum ada upaya konkret untuk pencegahan.

Salah satu alasan hadirnya Komisi Yudisial ialah karena kegagalan sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang baik.

Tugas utama dari Komisi Yudisial ialah menjaga dan mempertahankan kebebasan hakim (judicial independent) agar selalu obyektif dalam memeriksa dan memutus perkara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com