Salin Artikel

Mafia Perkara di Mahkamah Agung, Siapa yang Bermain? (Bagian II - Habis)

Mahkamah Agung segera mengambil langkah menekan ruang gerak markus dengan memberhentikan sementara pelaku markus dari jabatannya. Setelah diberhentikan, semua perkara ditarik dan tidak diberikan perkara baru.

Di sisi lain, Ketua MA yang dituding tidak bekerja untuk mengatasi markus pada lembaganya, Syarifuddin menegaskan, saat ini pihaknya terus melakukan langkah-langkah perbaikan sistemik, termasuk upaya menutup semua celah bagi terjadinya transaksi dalam proses penanganan perkara.

Sebelumnya KPK pernah menangkap mantan Sekretaris MA Nurhadi yang menerima suap Rp 45,7 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).

Selain Nurhadi, KPK juga pernah menangkap Pejabat MA lainnya Andri Tristianto yang kala itu terjerat kasus suap dagang perkara.

Sampai saat ini belum terlihat upaya Mahkamah Agung dalam mengatasi Markus yang akhirnya terjadi lagi kasus yang melibatkan dua Hakim Agung.

Kasus Hakim Agung Sudrajad, melibatkan cukup banyak pemain yang dijadikan tersangka: Sudrajad Dimyati (SD); Gazalba Saleh (GS); hakim yustisial sekaligus asisten Gazalba, Prasetio Nugroho (PN); staf Gazalba, Redhy Novarisza (RN); hakim yustisial sekaligus panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP).

Kemudian PNS pada Kepaniteraan MA, yaitu Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB); pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). Hakim yustisial Edy Wibowo (EW).

Diduga terjadinya markus ketika Koperasi Intidana yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Semarang, memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno.

Kedua pengacara tersebut kemudian diduga melakukan pertemuan dan menjalin komunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Pihak-pihak tersebut dinilai bisa menjadi perantara dengan hakim agung yang nantinya diharapkan bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan pemohon.

Pengawasan internal tidak berjalan

Pengawasan internal yang selama ini dilakukan oleh Mahkamah Agung dianggap tidak cukup optimal dan tidak cukup memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas, independensi, dan transparansi.

Hal tersebut selain karena adanya semangat membela korps yang cukup tinggi, juga karena rumitnya birokrasi yang harus dilakukan sehingga proses pengawasan hakim dan akses masyarakat untuk melaporkan hakim bermasalah menjadi relatif cukup sulit.

Beberapa alasan tidak efektifnya pengawasan internal (fungsional) yang ada di badan-badan peradilan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) kualitas dan integritas pengawas yang tidak memadai, (2) proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan, (3) belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya (ketiadaan akses), (4) semangat membela sesama korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan hukuman tidak seimbang dengan perbuatan (Masripattunnisa:2014).

Dalam naskah akademis pembentukan UU Komisi Yudisial disebutkan pada praktiknya pengawasan internal oleh Mahkamah Agung memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

  1. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas;
  2. Dugaan semangat membela korps;
  3. Kurang lengkapnya metode pengawasan dan tidak dijalankannya metode pengawasan yang ada secara efektif.
  4. Kelemahan sumber daya manusia;
  5. Pelaksanaan pengawasan yang selama ini kurang melibatkan partisipasi masyarakat;
  6. Rumitnya birokrasi yang harus dilalui untuk melaporkan/ mengadukan perilaku hakim yang menyimpang.

Lemahnya proses pengawasan oleh Badan Pengawas MA semakin membuka celah terjadinya korupsi di sektor peradilan.

Kondisi tersebut memungkinkan masih banyaknya oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup, namun tidak teridentifikasi oleh Mahkamah Agung. Apalagi Mahkamah Agung nampaknya masih bergerak pascamunculnya kasus, belum ada upaya konkret untuk pencegahan.

Salah satu alasan hadirnya Komisi Yudisial ialah karena kegagalan sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang baik.

Tugas utama dari Komisi Yudisial ialah menjaga dan mempertahankan kebebasan hakim (judicial independent) agar selalu obyektif dalam memeriksa dan memutus perkara.

Bentuk gangguan tersebut salah satunya dalam bentuk pengaduan-pengaduan tentang perilaku hakim.

Dalam Konsideran UU No 22 Tahun 2011 dirumuskan bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pengusulan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim demi tegaknya hukum dan keadilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Hal ini tidak terlepas dari ketentuan konstitutional yang diatur dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu dalam menjalankan perannya, Komisi Yudisial memanggul dua kewenangan, yaitu “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang: Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung; Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Diperjelas dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

  1. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
  2. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  3. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
  4. Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
  5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.

Pengawasan terhadap Hakim oleh Komisi Yudisial sebenarnya sangat diharapkan oleh masyarakat, yang tidak mendapatkan akses keadilan dalam berbagai putusan hakim.

Sayangnya kewenangan KY kemudian dipangkas oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan inkonstitusionalitas payung hukum wewenang pengawasan Komisi Yudisial yang tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa segala ketentuan Undang-Undang Komisi Yudisial yang menyangkut pengawasan harus dinyatakan bertentangan dengan UUDNRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid).

Sebagaimana diketahui, ketentuan-ketentuan yang diputus bertentangan dengan UUDNRI Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan pasal-pasal inti (core provisons) Undang-Undang Komisi Yudisial, sehingga mengakibatkan: (1) hakim konstitusi tidak termasuk hakim yang perilaku etiknya harus diawasi Komisi Yudisial; dan (2) Komisi Yudisial tidak lagi mempunyai wewenang pengawasan.

Sedari awal ketika revisi UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dilakukan, telah disadari bahwa salah satu kelemahan Komisi Yudisial dalam melakukan fungsi pengawasan hakim adalah produk pengawasannya hanya berupa rekomendasi yang sifatnya tidak imperatif.

Muncul perdebatan kemudian agar wewenang tersebut dikuatkan sehingga fungsi pengawasan eksternal Komisi Yudisial lebih efektif.

Sayangnya, problem tersebut gagal disikapi secara serius oleh pembentuk undang-undang. Dalam UU Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial pada Pasal 22D ayat (1) hanya mengatur, dalam hal dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim dinyatakan terbukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22C huruf a, Komisi Yudisial mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran kepada Mahkamah Agung.

Selanjutnya dalam ayat (3) dijelaskan, Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ususlan diterima.

Sementara dalam Pasal 22E ayat (1) mengatur, dalam hal tidak terjadi perbedaan pendapat antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung mengenai usulan Komisi Yudisial tentang penjatuhan sanksi dan Mahkamah Agung belum menjatuhkan sanksi dalam jangka waktu Yudisial berlaku secara otomatis dan wajib dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D ayat (3) maka usulan Komisi Yudisial berlaku secara otomatis dan wajib dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

Dalam siaran pers, Komisi Yudisial menjatuhkan sanksi kepada 85 hakim karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada Januari hingga November 2021.

Adapun rincian hakim yang terbukti melanggar KEPPH, yaitu: 64 hakim dijatuhi sanksi ringan, 14 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 7 hakim dijatuhi sanksi berat.

Hal ini berarti, 45 persen dari hakim yang diperiksa KY telah diputuskan terbukti dan mendapatkan rekomendasi sanksi, yang kecenderungannya naik sekitar 40,12 persen pada tahun 2020 dan 27 persen pada 2019.

Sanksi sedang, yaitu: penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 5 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun untuk 1 hakim, dan hakim nonpalu selama enam bulan untuk 8 hakim.

Untuk sanksi berat, KY memutuskan 1 orang hakim nonpalu selama 8 (delapan) bulan, 1 orang hakim nonpalu selama 2 (dua) tahun, 2 orang hakim dijatuhi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah selama 2 (dua) tahun, 1 orang dijatuhi penurunan pangkat yang setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, 1 orang pemberhentian tetap dengan hak pensiun, dan 1 orang pemberhentian tetap tidak dengan hormat.

Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung agar sanksi dieksekusi.

Dari 85 usulan sanksi yang sudah disampaikan KY kepada MA, baru 2 yang sudah ditindaklanjuti MA. Sementara terhadap 38 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial.

Atas 13 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respons dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 32 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan.

Menunggu Mahkamah Agung berbenah

Di tengah gencarnya tudingan ketidakberdayaan menghadapi markus, Ketua Mahkamah Agung melakukan langkah-langkah perbaikan sistemik, untuk menutup semua celah bagi terjadinya transaksi dalam proses penanganan perkara.

Di antaranya adalah dengan memperkuat peran satuan tugas khusus (Satgasus) yang bertugas mengawasi dan mengontrol seluruh aparatur di lingkungan MA. Membatasi dan memonitor aparatur yang bertemu pihak-pihak berkepentingan dengan perkara.

Bahkan anggota Satgasus juga difungsikan sebagai mystery shopper yang ditugaskan memata-matai serta melakukan penyamaran dalam rangka pengawasan di lingkungan MA dan pengadilan.

Selain upaya itu, Syarifuddin menyampaikan saat ini MA juga telah memperketat proses rekrutmen panitera pengganti dan panitera muda.

Salah satunya, dengan menelusuri rekam jejak bersangkutan dengan melibatkan pihak terkait seperti Komisi Yudisial (KY), PPATK, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk pada konteks ini, dilakukan penelusuran terhadap Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Makelar kasus terjadi karena rendahnya integritas moral para pegawai yang biasanya menjadi perantara untuk memuluskan keinginan pihak-pihak yang berperkara. Sehingga dalam upaya pembenahan, pimpinan Mahkamah Agung harus fokus juga pada pembinaan mental spiritual, dan bergerak ke hilir.

Upaya pencegahan harus mendapatkan perhatian. Menjaga moralitas dan integritas para pegawai tidak cukup dengan pengawasan kedisiplinan, namun mengembalikan marwah kejujuran adalah salah satu bentuk pembinaan mental. Di sini semua pimpinan adalah contoh panutan.

Pola hedonism dituding salah satu sebab banyak orang mencari cara untuk kaya instan. Sehingga pelacakan harta kekayaan perlu dilakukan secara berkala dan ditindaklanjuti.

Memberikan sanksi yang berat kepada semua pegawai MA yang terlibat, bahkan kalau perlu memberhentikan mereka. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan virus markus lebih luas.

Mahkamah Agung dapat memanfaatkan instrument digital untuk memperkuat pengawasan. Pasalnya, mengandalkan tenaga manusia (satgas) tidak menjamin akan konsisten dan tahan godaan.

Termasuk di sini adalah rekrutmen, mutasi dan promosi pegawai benar-benar harus clear and clean. Dalam kenyataannya, praktik markus bermula dari pegawai titik terluar seperti driver sampai ke meja hakim.

Selain itu usulan untuk melakukan Sidang Kasasi secara online nampaknya sudah menjadi keharusan di era transformasi digital. Tidak ada yang perlu disembunyikan lagi agar dapat memberikan akses keadilan seluas-luasnya bagi masyarakat.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/31/09374471/mafia-perkara-di-mahkamah-agung-siapa-yang-bermain-bagian-ii-habis

Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke