JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengeklaim, terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja didasari oleh kebutuhan mendesak.
Hal ini disampaikan Airlangga dalam konferensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej seusai dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana.
"Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Baca juga: Pemerintah Klaim Perppu Cipta Kerja Sudah Dikonsultasikan dengan Stakeholders Terkait
Airlangga menuturkan, saat ini juga sudah ada lebih dari 30 negara berkembang yang sedang mengantre untuk mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real," kata Airlangga.
Ia melanjutkan, Indonesia juga menghadapi tantangan geopolitik akibat perang antara Rusia dan Ukraina serta krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
Di samping itu, Airlangga mengeklaim bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat telah mempengaruhi perilaku dunia usaha dalam dan luar negeri yang menunggu keberlanjutan UU tersebut.
Baca juga: Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Gantikan UU yang Inkonstitusional Bersyarat
Oleh sebab itu, pemerintah menilai perlu ada kepastian hukum dari UU tersebut karena pemerintah mengatur bahwa defisit anggaran tahun depan sudah tidak boleh lebih dari 3 persen dan menargetkan investasi sebesar Rp 1.400 trilun.
"Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Airlangga.
Diketahui, MK sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021.
Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Airlangga: Kebutuhannya Mendesak
Namun demikian, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.