Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Keputusan Jokowi soal PPKM dan Kilas Balik Penanganan Covid-19 Sejak Era PSBB

Kompas.com - 30/12/2022, 10:29 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal memutuskan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada hari ini, Jumat (30/12/2022).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan Presiden Joko Widodo akan mengumumkan langsung nasib PPKM.

"Ada update, Pak Presiden akan press conference hari Jumat. Jadi sama saya juga nanti," kata Budi di Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Presiden Joko Widodo memang sudah memberikan isyarat segera menghentikan kebijakan PPKM.

Baca juga: Wapres: PPKM Akan Dicabut, tapi Tunggu Sebentar

Menurut Presiden, ada kemungkinan pada akhir 2022 ini pemerintah akan memberhentikan kebijakan PPKM yang sudah berlangsung sejak 2021 lalu.

Presiden menyampaikan, hasil sero survei akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang sedang terjadi di China.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu yakin Indonesia bisa terhindar dari lonjakan kasus Covid-19 kembali asalkan hasil sero survei menunjukkan warga sudah memiliki imun yang tinggi dari Covid-19.

"Asal nanti sero survei kita sudah di atas 90 (persen), ya kita artinya imunitas kita sudah baik. Ada apa pun, dari mana pun ya nggak ada masalah," kata dia, Senin pekan ini.

Baca juga: Wacana Pencabutan PPKM, Masyarakat Diminta Tunggu Kajian Kemenkes

Di sisi lain, Budi mengungkapkan, Indonesia sudah melewati puncak kasus subvarian Omicron sebelumnya, yakni BA.5 dan BA.2.75.

Selain BA.5 dan BA.275, subvarian BQ.1 dan XBB pun sudah melewati puncaknya.

Oleh karena itu, kasus Covid-19 di Tanah Air cenderung landai meski 15 kasus BF.7 yang mendominasi di China sudah masuk di Tanah Air.

Pada 28 Desember 2022, kasus aktif turun 1.850 kasus dalam 24 jam terakhir, sehingga totalnya 14.725 kasus aktif.

"Sekarang yang bikin naik itu BQ.1 sama XBB dan kita audah lewat, kita sudah kena. Di China yang banyak adalah BA.5, BA.275, dan BF.7. BA.5 di kita sudah lewat siklusnya. Yang BA.275 sudah lewat, tinggal BF.7," tutur Budi.

Baca juga: Pemerintah Belum Putuskan Pencabutan PPKM, Masih Menunggu Hasil Evaluasi

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyatakan, pemerintah masih mengkaji beberapa aspek sebelum resmi mencabut kebijakan PPKM.

Sebelum kebijakan dicabut, warga/masyarakat harus diedukasi terlebih dahulu tentang Covid-19. Nadia menegaskan, dicabutnya PPKM bukan berarti Covid-19 sudah hilang.

"PPKM dicabut bukan berarti Covid-19 tidak ada," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com.

Dari PSBB hingga PPKM

Setelah sejumlah kasus infeksi Covid-19 terdeteksi di Tanah Air pada 2020, pemerintah memutuskan mengambil tindakan.

Presiden Jokowi kemudian meneken Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 juga ditandatangani yang menyatakan pandemi virus corona (Covid-19) sebagai bencana nasional.

Sebelum PPKM diterapkan, pemerintah memutuskan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal itu dilakukan setelah Presiden Indonesia, Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB pada 31 Maret 2020.

PSBB kemudian diterapkan di sejumlah provinsi yang mempunyai potensi penyebaran Covid-19 yang tinggi karena jumlah penduduknya banyak dan persentase pelaju besar.

Baca juga: Jokowi Wacanakan PPKM Berhenti Akhir Tahun, Sultan HB X Khawatir dengan Lansia

Saat PSBB diterapkan di sejumlah wilayah, pemerintah meliburkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di lembaga pendidikan, membatasi jumlah penumpang dan jam operasional moda transportasi umum, pembatasan penggunaan fasilitas umum, hingga menganjurkan kegiatan perkantoran dilakukan dari rumah.

Pemerintah kemudian mengganti kebijakan PSBB dalam menanggulangi Covid-19 menjadi PPKM buat mencakup seluruh provinsi.

Kebijakan PPKM pertama kali diterapkan pada 11 sampai 25 Januari 2021 di tujuh 7 provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

Seiring berjalannya waktu serta menyesuaikan keadaan dari masing-masing wilayah di Indonesia, PPKM dilakukan secara berkelanjutan mulai dari Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, hingga skala nasional.

Istilah-istilah PPKM pun mulai bermunculan dari yang semula PPKM Jilid Pertama kemudian beralih menjadi PPKM Jilid Kedua, PPKM berbasis Mikro hingga PPKM Darurat.

Baca juga: Kemenkes: PPKM Dicabut Bukan Berarti Covid-19 Tak Ada

Dari istilah tersebut, masing-masing PPKM terdapat parameter pembeda yang dirincikan sehingga dapat menjadi acuan pengendalian wilayah dalam membatasi kegiatan masyarakat.

PPKM yang paling berdampak terhadap UMKM dan masyarakat kecil adalah PPKM Darurat yang berlaku pada 3 Juli - 25 Juli 2021.

Target pemerintah saat menerapkan PPKM Darurat adalah menurunkan penambahan kasus harian hingga di bawah 10 ribu kasus per harinya. Maka dari itu aturan pembatasan yang diterapkan bagi masyarakat juga semakin ketat.

Adapun pengetatan yang diberlakukan antara lain pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan harus ditutup, restoran dan rumah makan tidak menerima makan di tempat, kemudian tempat ibadah tidak diizinkan menyelenggarakan ibadah secara berjamaah, dan lain-lain.

Adanya kebijakan pengetatan pada saat PPKM Darurat tentunya berdampak pada kondisi ekonomi.

Baca juga: Komisi IX DPR RI Minta Pemerintah Pertimbangkan Pencabutan Status PPKM

Pada 21 Juli 2021, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan istilah baru terkait mekanisme PPKM dengan skala tingkat pertama hingga keempat (Level I - IV).

Pemerintah memutuskan suatu wilayah dapat memberlakukan PPKM antara level I - IV dengan tolok ukurnya berdasarkan laju penularan serta jumlah kasus aktif Covid-19 di wilayah tersebut.

Semakin tinggi level PPKM maka pengetatan kegiatan masyarakat akan semakin besar, sebaliknya apabila level PPKM semakin menurun maka dapat diperkirakan kasus aktif Covid-19 dan penularannya semakin berkurang sehingga dapat dilonggarkan untuk melakukan aktivitas kembali.

Suara epidemiolog soal wacana pencabutan PPKM

Sejumlah epidemiolog turut menyampaikan pendapat terkait wacana pencabutan PPKM.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai memang sudah saatnya pemerintah mencabut kebijakan PPKM.

Baca juga: Jokowi Sebut Kajian Soal Penghentian PPKM Belum Sampai Meja Kerjanya

Menurut Pandu, PPKM memang lebih baik diakhiri karena seluruh sarana dan prasarana penanganan Covid-19 di Tanah Air dianggap memadai. Salah satu contohnya, kata dia, adalah ketersediaan vaksin.

"PPKM itu kebijakan yang bersifat darurat bila vaksin tidak tersedia," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/12/2022).

Menurut Pandu, situasi masyarakat juga sudah memungkinkan buat menghadapi pencabutan PPKM, terutama soal tingkat kekebalan kelompok.

"Cakupan vaksinasi sudah meningkatkan imunitas penduduk. Hasil survei 98 persen penduduk sudah punya kekebalan. PPKM tidak relevan," ujar Pandu.

Sedangkan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyarankan Presiden Joko Widodo tak terburu-buru mencabut PPKM sebagai kebijakan pengendalian Covid-19.

Baca juga: Jokowi Berencana Hentikan PPKM, Ini Kata Jubir Satgas Covid-19

Pemerintah diminta terus memantau situasi pandemi, setidaknya hingga libur Natal dan tahun baru 2023 usai.

Sebab, umumnya, kasus Covid-19 meningkat usai masa liburan. Peningkatan kasus harian pun biasanya diikuti dengan naiknya angka kematian dan kasus aktif.

"Tidak bisa terlalu cepat juga karena ini bicara tentang virus yang baru terus bermutasi, punya kemampuan menginfeksi dan menginfeksi lagi, menurunkan antibodi juga," kata Dicky.

Antisipasi lonjakan Covid-19 di China dan Jepang

Dicky menilai kasus Covid-19 di Tanah Air bisa kembali melonjak, meski kini relatif landai.

Potensi lonjakan itu dipengaruhi oleh kasus Covid-19 di luar negeri, termasuk China dan Jepang.

Pasalnya, hingga kini pergerakan orang dari luar negeri ke dalam negeri masih bebas dan tidak dibatasi seperti awal-awal pandemi Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Berencana Akhiri PPKM, Covid-19 Bakal Jadi Endemi?

"Sekarang lonjakan di Jepang, China, bahkan di Brazil, AS, termasuk Korea Selatan tentu ada potensi berpengaruh (ke Indonesia)," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (28/12/2022).

Dicky menuturkan, China adalah salah satu negara yang patut diwaspadai. Pasalnya, China merupakan negara besar dengan jumlah populasi sekitar 10-16 persen dari populasi dunia.

Ketika negara tersebut mengalami krisis Covid-19, akan ada ratusan juta infeksi yang tersebar di dalam negeri.

Meskipun China menerapkan kebijakan nol (zero) Covid-19, mutasi virus Covid-19 bisa menyebar ke luar negeri.

"Ketika virus ini diberi kesempatan menginfeksi, ada potensi mutasi. Itulah yang harus diwaspadai, apalagi arus lalu lintas (antara) Indonesia dengan China, Jepang, AS, sangat aktif," beberapa Dicky.

Baca juga: Satgas Covid-19: Jika PPKM Dicabut, Penanganan Pasien Covid-19 Jalan Terus

Untuk mencegahnya, Dicky mengimbau agar meningkatkan vaksinasi booster, terutama di segmen lansia. Dicky menyatakan, jumlah lansia yang mendapatkan vaksin booster di Indonesia masih rendah.

(Penulis : Fika Nurul Ulya | Editor : Icha Rastika, Dani Prabowo)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com