Jejaring oligarki ini membuat mekanisme penentuan harga CPO dalam negeri menjadi tidak sehat dan tinggi.
Di sisi lain, harga komoditas baru bara pun mengalami hal yang sama. Melambungnya harga batu bara membuat para pengusaha tambang lebih memilih mengekspor sebagian besar hasil tambangnya, untuk mendapatkan keuntungan besar.
Namun risiko kekurangan suplai komoditas batu bara dialami oleh PLN, yang mengancam kelangsungan energi listrik nasional.
Terapi yang sama akhirnya dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan moratorium ekspor baru bara untuk kurun waktu satu bulan.
Larangan ekspor batu bara tersebut justru membuat beberapa negara importir batu bara meradang, terutama China.
Negara Tirai Bambu tersebut mengalami kekurangan suplai batu bara yang mengancam kelangsungan suplai pembangkit tenaga listrik berbasiskan batu bara di sana.
Sementara itu, imbas langsung lonjakan harga komoditas kepada harga BBM nasional tidak bisa dibendung lagi. Pemerintah akhirnya memberi lampu hijau kepada Pertamina untuk menaikkan harga jual BBM dalam negeri.
Kebijakan pengurangan subsidi energi ini sempat menimbulkan resistensi dan beberapa kali aksi demonstrasi besar-besaran di Istana.
Penolakan bukan saja karena kebijakan kenaikan itu sendiri, tapi juga karena model perhitungan harga keekonomian BBM dalam negeri ternyata tidak benar-benar tergantung pada harga minyak dunia.
Pertamina memiliki model perhitungan harga keekonomian sendiri, yang ternyata jauh di atas harga minyak dunia.
Pemerintah tentu tidak tinggal diam atas berbagai dinamika yang terjadi. Lebih dari itu, imbas peperangan dikabarkan sudah mulai mengancam suplai gandum nasional yang selama ini diimpor dari Ukraina.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memainkan peran global, yang jelas memang diamanatkan secara konstitusional.
Jelang pertengahan tahun 2022 ini, Presiden Jokowi dan tim akhirnya berangkat ke Ukraina dan Rusia, untuk bertemu dengan kepala negara kedua negara masing-masing Volodymyr Zelenskyy dan Vladimir Putin.
Misi utamanya untuk menyampaikan aspirasi perdamaian dari Indonesia, di samping misi mengamankan jalur suplai gandum nasional.
Terlepas apapun hasilnya, setidaknya Jokowi mendapat cukup banyak liputan positif dari media-media dunia karena berani mengemban misi berisiko yang bahkan tidak berani dijalankan oleh India ataupun China.
Memang, kunjungan Jokowi tidak mengubah relasi geopolitik di Eropa dan tidak berpengaruh pada situasi peperangan antara Rusia dan Ukraina. Tensi geopolitik antara Rusia dan dunia Barat justru semakin menjadi-jadi setelah itu.
Reaksi Rusia pun tak kalah agresifnya. Rusia mengeluarkan kebijakan mobilisasi masif dengan target 300.000 tambahan pasukan baru dari kalangan masyarakatnya. Pengaruh kunjungan Jokowi hilang seketika setelah Jokowi meninggalkan Kyiv dan Moscow.
Namun di sisi lain, Indonesia tahun ini memang sedang mengemban peran global yang sangat penting, yakni menjadi presidensi pada KTT G20.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali adalah momen langka sekaligus strategis bagi Indonesia. Langka karena tidak setiap presiden Indonesia memiliki peluang untuk menduduki posisi presidensi forum sekaliber KTT G20.
Dan strategis karena akan membuat Indonesia dipandang sebagai salah satu negara penting yang sejajar dengan negara-negara besar lainnya di satu sisi sekaligus akan membuka banyak peluang yang bisa digali untuk kepentingan nasional Indonesia di sisi lain.
Karena itu, segala kesempatan dan potensi peluang yang bisa diraih di acara KTT G20 berusaha dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah.
Pemerintah berusaha untuk tidak terlalu terikat pada tiga isu utama yang telah ditetapkan, tapi justru berusaha menyisir segala kemungkinan kesempatan yang bisa diraih untuk kemanfaatan nasional di satu sisi dan kebaikan dunia di sisi lain.
Sebagaimana diketahui, situasi dunia saat ini "tidak baik-baik" saja. Kondisi global, baik secara ekonomi maupun secara geopolitik, yang kian memanas, berpeluang mengirimkan imbas negatif ke ranah domestik nasional dan negara berkembang lainnya di luar keanggotaan G20.
Jadi KTT G20 kali ini tidak saja berpeluang membuka jalan-jalan solutif untuk isu-isu global, tapi juga menyisakan harapan besar bagi Indonesia sebagai tuan rumah.
Dengan kata lain, mata dunia sedang tertuju ke Indonesia tahun 2022 ini. Dan tahun ini memang menjadi saat yang tepat bagi Indonesia untuk memperlihatkan pada dunia bahwa Indonesia adalah pemain global yang setara dengan negara-negara besar lainnya di satu sisi dan layak dilibatkan dalam setiap isu strategis global di sisi lain.
Secara umum hasilnya sangat memuaskan. Secara teknis, Jokowi dipuji oleh banyak kepala negara lain karena dianggap sukses menyelenggarakan KTT G20, termasuk oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.
Begitu juga dari sisi manfaat. Indonesia berhasil membukukan beberapa komitmen investasi dan paket bantuan keuangan untuk beberapa sektor yang potensial di masa depan, salah satunya sektor energi terbarukan.