Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Refleksi Akhir 2022: Taring Indonesia di Pentas Global hingga Dinamika Politik Nasional

Kompas.com - 30/12/2022, 08:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN Macan air 2022 sebentar lagi akan berlalu. Begitu pula dengan ancaman pandemi Covid-19. Tahun ini menjadi tahun paling longgar di antara tiga tahun masa pandemi.

Dari akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022, pergerakan sosial mulai semakin longgar. Perayaan hari besar keagamaan, mulai dari Lebaran sampai Natal, mulai dilakukan seperti sedia kala sebagaimana di situasi normal.

Masyarakat yang sudah dua tahun diminta menahan diri untuk tidak mudik, pada tahun ini bisa menjalankannya kembali.

Rantau dan kampung mulai kembali dipersatukan oleh tradisi silahturahmi tahunan tersebut, meski dengan banyak syarat dan catatan.

Standar prosedural pandemi masih tetap diberlakukan, meski dalam skala paling minimal, seperti tetap memakai masker dan menjaga jarak aman antarsesama masyarakat.

Karena itu pula, kegiatan ekonomi mulai bergeliat kembali seperti masa sebelum pandemi. Kantor dan perusahaan sudah menerapkan kembali cara kerja normal dengan keharusan hadir secara fisik.

Walhasil, transportasi publik mulai kembali beroperasi dalam skala maksimal untuk mengimbangi pergerakan para pekerja.

Di sektor pendidikan, kelas-kelas online yang memanfaatkan internet dan media digital mulai berkurang. Karena pendidikan memang idealnya dilakukan secara tatap muka.

Pun aktifitas kewisudaan sudah dilakukan secara normal. Kegembiraan kelulusan kembali membuncah yang dirayakan secara kolektif oleh para alumnus baru.

Ekonomi

Dari sisi ekonomi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional mulai kembali ke angka 5 (lima) persen tahun 2022 ini, setelah pembalikan arah secara masif akhir tahun lalu.

Investasi baru mulai bergeliat positif lagi. Artinya, daya serap tenaga kerja baru mulai terjadi, untuk mengurangi tekanan pengangguran yang sempat melonjak dua tahun sebelumnya.

Melihat perkembangan tersebut, secara fiskal pemerintah merasa sudah saatnya untuk memperkenalkan objek pajak baru, yakni pajak karbon.

Pada awal tahun 2022, pemerintah dan parlemen akhirnya berhasil meratifikasi Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), setelah melewati proses deliberasi dan diskursus yang intensif.

UU tersebut digadang-gadang oleh pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, sebagai tonggak sejarah baru. Bahkan sebuah terobosan luar biasa di tengah krisis, karena mulai memperkenalkan pajak karbon, walaupun akhirnya belum bisa diterapkan dalam waktu cepat.

Namun persoalannya, penetapan pajak karbon adalah bagian dari upaya mencari tambahan pendapatan baru, alias bukan untuk mengendalikan emisi karbon secara serius.

Apalagi jika angkanya hanya Rp 30 per kg, alias Rp 30.000 per ton, yang jauh dibanding 100-150 dollar AS per ton di negara Eropa, misalnya.

Jika pemerintah memang serius mengendalikan emisi karbon, maka pilihan yang tepat adalah skema "cap and trade", bukan carbon tax.

Dengan skema cap and trade, pemerintah justru harus menentukan batas emisi karbon yang harus dipatuhi oleh perusahaan.

Dan jika perusahaan mampu menghasilkan karbon jauh di bawah batas sertifikat yang mereka pegang, mereka bisa menjual kuota tersisa dari sertifikat tersebut kepada perusahaan yang menghasilkan kelebihan produksi karbon.

Mudah-mudahan dalam waktu-waktu mendatang, niat untuk memperbaiki mekanisme karbon ini bisa dilakukan.

Sementara itu, di tingkat global muncul kendala geopolitik baru yang cukup mengganggu laju perekonomian nasional.

Rusia secara mengejutkan memutuskan untuk menginvasi Ukraina, yang menyebabkan turbulensi pada harga-harga komoditas dunia.

Kenaikan harga minyak dunia akibat peperangan kedua negara menyebabkan harga minyak dunia membubung tinggi.

Selain membuat beban subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) dalam negeri membengkak, harga komoditas lain juga terbawa naik. Harga komoditas salah satu jenis minyak nabati, yaitu CPO (Crude Palm Oil) dunia melambung tinggi.

Risikonya, lonjakan harga minyak goreng dalam negeri ikut menambah beban ekonomi baru bagi masyarakat.

Pemerintah akhirnya memberlakukan larangan ekspor CPO selama sebulan, yang tidak serta merta menurunkan harga jual minyak goreng nasional.

Di lapangan, masalahnya ternyata tidak hanya soal harga komoditas global CPO yang naik, tapi juga permainan oligarki pengusaha sawit dan CPO yang memonopoli produksi serta jalur suplai CPO.

Jejaring oligarki ini membuat mekanisme penentuan harga CPO dalam negeri menjadi tidak sehat dan tinggi.

Di sisi lain, harga komoditas baru bara pun mengalami hal yang sama. Melambungnya harga batu bara membuat para pengusaha tambang lebih memilih mengekspor sebagian besar hasil tambangnya, untuk mendapatkan keuntungan besar.

Namun risiko kekurangan suplai komoditas batu bara dialami oleh PLN, yang mengancam kelangsungan energi listrik nasional.

Terapi yang sama akhirnya dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan moratorium ekspor baru bara untuk kurun waktu satu bulan.

Larangan ekspor batu bara tersebut justru membuat beberapa negara importir batu bara meradang, terutama China.

Negara Tirai Bambu tersebut mengalami kekurangan suplai batu bara yang mengancam kelangsungan suplai pembangkit tenaga listrik berbasiskan batu bara di sana.

Sementara itu, imbas langsung lonjakan harga komoditas kepada harga BBM nasional tidak bisa dibendung lagi. Pemerintah akhirnya memberi lampu hijau kepada Pertamina untuk menaikkan harga jual BBM dalam negeri.

Kebijakan pengurangan subsidi energi ini sempat menimbulkan resistensi dan beberapa kali aksi demonstrasi besar-besaran di Istana.

Penolakan bukan saja karena kebijakan kenaikan itu sendiri, tapi juga karena model perhitungan harga keekonomian BBM dalam negeri ternyata tidak benar-benar tergantung pada harga minyak dunia.

Pertamina memiliki model perhitungan harga keekonomian sendiri, yang ternyata jauh di atas harga minyak dunia.

Pemerintah tentu tidak tinggal diam atas berbagai dinamika yang terjadi. Lebih dari itu, imbas peperangan dikabarkan sudah mulai mengancam suplai gandum nasional yang selama ini diimpor dari Ukraina.

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memainkan peran global, yang jelas memang diamanatkan secara konstitusional.

Jelang pertengahan tahun 2022 ini, Presiden Jokowi dan tim akhirnya berangkat ke Ukraina dan Rusia, untuk bertemu dengan kepala negara kedua negara masing-masing Volodymyr Zelenskyy dan Vladimir Putin.

Misi utamanya untuk menyampaikan aspirasi perdamaian dari Indonesia, di samping misi mengamankan jalur suplai gandum nasional.

Terlepas apapun hasilnya, setidaknya Jokowi mendapat cukup banyak liputan positif dari media-media dunia karena berani mengemban misi berisiko yang bahkan tidak berani dijalankan oleh India ataupun China.

Memang, kunjungan Jokowi tidak mengubah relasi geopolitik di Eropa dan tidak berpengaruh pada situasi peperangan antara Rusia dan Ukraina. Tensi geopolitik antara Rusia dan dunia Barat justru semakin menjadi-jadi setelah itu.

Reaksi Rusia pun tak kalah agresifnya. Rusia mengeluarkan kebijakan mobilisasi masif dengan target 300.000 tambahan pasukan baru dari kalangan masyarakatnya. Pengaruh kunjungan Jokowi hilang seketika setelah Jokowi meninggalkan Kyiv dan Moscow.

KTT G20

Namun di sisi lain, Indonesia tahun ini memang sedang mengemban peran global yang sangat penting, yakni menjadi presidensi pada KTT G20.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali adalah momen langka sekaligus strategis bagi Indonesia. Langka karena tidak setiap presiden Indonesia memiliki peluang untuk menduduki posisi presidensi forum sekaliber KTT G20.

Dan strategis karena akan membuat Indonesia dipandang sebagai salah satu negara penting yang sejajar dengan negara-negara besar lainnya di satu sisi sekaligus akan membuka banyak peluang yang bisa digali untuk kepentingan nasional Indonesia di sisi lain.

Karena itu, segala kesempatan dan potensi peluang yang bisa diraih di acara KTT G20 berusaha dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah.

Pemerintah berusaha untuk tidak terlalu terikat pada tiga isu utama yang telah ditetapkan, tapi justru berusaha menyisir segala kemungkinan kesempatan yang bisa diraih untuk kemanfaatan nasional di satu sisi dan kebaikan dunia di sisi lain.

Sebagaimana diketahui, situasi dunia saat ini "tidak baik-baik" saja. Kondisi global, baik secara ekonomi maupun secara geopolitik, yang kian memanas, berpeluang mengirimkan imbas negatif ke ranah domestik nasional dan negara berkembang lainnya di luar keanggotaan G20.

Jadi KTT G20 kali ini tidak saja berpeluang membuka jalan-jalan solutif untuk isu-isu global, tapi juga menyisakan harapan besar bagi Indonesia sebagai tuan rumah.

Dengan kata lain, mata dunia sedang tertuju ke Indonesia tahun 2022 ini. Dan tahun ini memang menjadi saat yang tepat bagi Indonesia untuk memperlihatkan pada dunia bahwa Indonesia adalah pemain global yang setara dengan negara-negara besar lainnya di satu sisi dan layak dilibatkan dalam setiap isu strategis global di sisi lain.

Secara umum hasilnya sangat memuaskan. Secara teknis, Jokowi dipuji oleh banyak kepala negara lain karena dianggap sukses menyelenggarakan KTT G20, termasuk oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

Begitu juga dari sisi manfaat. Indonesia berhasil membukukan beberapa komitmen investasi dan paket bantuan keuangan untuk beberapa sektor yang potensial di masa depan, salah satunya sektor energi terbarukan.

Namun KTT G20 masih menyisakan ketidakpastian geopolitik di satu sisi dan ketidakpastian ancaman resesi global yang hingga hari ini masih mengkhawatirkan di sisi lain.

Memang di Bali terjadi kesepakatan-kesepakatan aksi bersama untuk menghadapi ancaman resesi global. Namun bagaimanapun, ketahanan ekonomi nasional akan kembali kepada kapasitas ekonomi nasional dalam berhadapan dengan ketidakpastian.

Namun isu geopolitik di Eropa, terutama isu peperangan antara Rusia dan Ukraina, tak tersentuh sama sekali. Indonesia gagal memberikan penekanan isu pada perdamaian antara kedua negara. Walhasil, peperangan terus berlanjut.

Tak ada komitmen tegas untuk menghentikannya karena suara di dalam KTT G20 terbelah. Dua negara besar Asia, China dan India, memandang ketegangan antara Rusia dan Ukraina plus dunia Barat secara ambigu.

Di satu sisi mereka menolak cara-cara militer dalam penyelesaian perbedaan kepentingan, tapi di sisi lain menolak untuk menyudutkan, apalagi memberi sanksi kepada Rusia.

Ambiguitas dua negara besar ini membuat komitmen tegas atas cara-cara damai terkait konflik Rusia-Ukraina sulit disepakati di KTT G20.

Jokowi dinilai gagal dalam menggunakan forum G20 untuk memobilisasi aspirasi damai di tingkat global.

Jadi isu peperangan Rusia dan Ukraina masih akan menghiasi pentas geopolitik global di tahun-tahun mendatang, bersamaan dengan memanasnya isu Taiwan dan Laut China Selatan yang akan membuat hubungan China dan Amerika Serikat akan semakin panas tahun depan.

Dinamika politik

Kemudian tidak lupa pula, tahun ini juga terjadi dinamika politik yang layak dicatat. Deklarasi pencalonan presiden dilakukan secara mengejutkan oleh Partai Nasdem, yang mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai tokoh utamanya.

Meskipun Partai Gerindra lebih dulu mengumumkan secara resmi Prabowo Subianto sebagai calon presiden, tapi pencalonan Prabowo cenderung dianggap hal yang lumrah oleh publik.

Pasalnya, Prabowo masih dianggap sebagai tokoh sentral dalam Partai Gerindra. Justru opsi tidak mencalonkan Prabowo akan sangat berbahaya secara elektoral bagi kelangsungan Partai Gerindra.

Sementara pencalonan Anies Baswedan ditanggapi serius oleh publik, terutama karena partai yang mengusungnya adalah salah satu partai yang berada dalam barisan koalisi pemerintahan.

Pencalonan ini dikabarkan menjadi titik balik bagi hubungan Partai Nasdem dan Surya Paloh dengan Jokowi dan Istana.

Nampaknya, ketegangan antara kubu Istana dan kubu Surya Paloh akan menjadi salah satu ketegangan yang cukup menyita energi politik nasional tahun depan dan tahun 2024 nanti, selain dinamika politik di dalam partai PDIP terkait dua opsi calon presiden partai yang masih menggantung hingga hari ini, yakni antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.

Terakhir, terdapat satu isu soal keamanan nasional tahun ini yang terlihat cukup menonjol, yakni semakin maraknya ‘pertunjukan’ kekerasan bersenjata yang mewakili aksi perlawanan OPM di Papua.

Era media sosial benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok separatis bersenjata ini untuk memancing emosi pemerintah dengan menyebar video-video pembunuhan masyarakat sipil yang diaku sebagai intel TNI atau Polri.

Skala kekerasannya memang tidak besar. Korbannya hanya beberapa orang. Tapi dengan keleluasaan dalam menggunakan media sosial sebagai instrumen untuk menebar ketakutan, video sederhana ‘pertunjukan’ kekerasan tersebut menjadi senjata ampuh bagi mereka untuk merontokkan harga diri dan kehormatan TNI-Polri, sebagai dua institusi tulang punggung pertahanan dan keamanan nasional.

Untuk itu, tahun depan pemerintah nampaknya harus mulai fokus memitigasi perkembangan perlawanan OPM ini, agar tidak berbuah kepercayaan diri berlebihan di dalam tubuh OPM yang akan mendorong semakin brutalnya serangan mereka terhadap kedaulatan nasional Indonesia di satu sisi dan kehormatan institusi penegak marwah pertahanan dan keamanan nasional di sisi lain.

Singkat kata, tahun 2022 adalah tahun penting bagi Indonesia. Dari sisi ekonomi, tahun ini adalah tahun kebangkitan dan pemulihan ekonomi dari tekanan pandemi dan tekanan geopolitik yang berimbas kepada turbulensi ekonomi nasional.

Pun tahun ini menjadi penentu apakah Indonesia bisa menghadapi tekanan ekonomi lainnya, yakni resesi global.

Secara politik, tahun ini geliat politik untuk pertunjukan demokrasi tahun 2024 dimulai. Nama-nama seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto mulai meramaikan isu politik nasional terkait dengan prospek pencalonan mereka pada laga pesta demokrasi tahun 2024.

Dan tidak lupa, secara geopolitik, tahun 2022 ini Indonesia mulai memperlihatkan taringnya dengan memainkan peran-peran strategis global yang semakin mematangkan posisi Indonesia di kancah mondial.

Peran "peace broker" dalam perang Rusia-Ukraina dan Presidensi G20 adalah dua peran global yang paling menonjol, walaupun capaiannya masih jauh dari ekspektasi.

Untuk tetap bersinar di pentas geopolitik global tahun mendatang, Jokowi harus lebih banyak memanfaatkan forum-forum internasional dalam menyampaikan aspirasi Indonesia, terutama terkait maksimalisasi peran lembaga-lembaga internasional dalam men-deliver isu perdamaian dunia di satu sisi dan isu kepentingan ekonomi negara-negara berkembang di sisi lain.

Semoga semua yang telah dilalui Indonesia sepanjang tahun 2022 ini bisa menjadi penambah energi bagi bangsa ini untuk lebih baik lagi dalam memasuki tahun 2023 dan lanjut pada tahun-tahun berikutnya. Amin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com