Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Yang Paling Enak Itu Memang Menuduh Presiden, Istana, Jokowi"

Kompas.com - 22/12/2022, 07:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengungkapkan keheranannya karena Istana kerap kali dituduh jadi kambing hitam atas berbagai dinamika politik yang terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Keheranan itu ia sampaikan berulang kali ketika membacakan sambutan dalam acara peringatan hari ulang tahun ke-16 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Jakarta Convention Center, Rabu (21/12/2022) kemarin.

"Yang paling enak itu memang mengkambinghitamkan, menuduh presiden, Istana, Jokowi, paling enak itu, paling mudah dan paling enak," kata Jokowi, Rabu.

Baca juga: Duga Bakal Disalahkan di Pilpres, Jokowi: Ingin Mencalonkan dan Tak Bisa, Tuduh Lagi Presiden

Awalnya, Jokowi mengaku heran karena ia dan pihak Istana dituduh mengintervensi Komisi Pemilihan Ummum (KPU) dalam menentukan lolos atau tidaknya partai politik (parpol) sebagai peserta Pemilu 2024.

Jokowi menegaskan bahwa keputusan mengenai penetapan peserta pemilu merupakan wewenang KPU dan tidak dicampuri oleh Istana.

"Urusan lolos dan tidaknya peserta pemilu tahun 2024, itu kan sebetulnya urusannya KPU, urusannya KPU itu. Tapi yang dituduh-tuduh karena tidak lolos langsung tunjuk-tunjuk, 'itu Istana ikut campur, kekuatan besar ikut campur, kekuatan besar intervensi'," kata Jokowi.

Baca juga: Duga Partai Ummat Dicoret dari Pemilu 2024, Amien Rais: Penuh Kejanggalan

Jokowi lantas mengatakan, ia tidak mengerti apa-apa soal penetapan Pemilu 2024. Ia juga menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang independen.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pemerintah tidak ikut campur soal penetapan peserta pemilu, apalagi melakukan intervensi.

Jokowi kemudian mengaku khawatir, ia dan pihak Istana kembali menjadi kambing hitam bila ada koalisi partai politik yang gagal terbentuk. Padahal, pembentukan koalisi adalah wewenang pimpinan partai politik.

"Nanti kalau ada yang gagal koalisi, gagal koalisi nanti yang dituduh nanti Istana lagi. Ini istana ini, istana, istana," kata Jokowi.

Baca juga: Demokrat Yakin Koalisi Perubahan Solid meski Ada Isu PKS Digoda

Mantan gubernur DKI Jakarta itu pun menduga bahwa ia akan kembali disalahkan bila ada sosok yang gagal maju sebagai calon presiden.

"Mungkin untuk pilpres, nanti bisa seperti itu lagi, ada orang atau tokoh yang ingin sekali dapat kendaraan supaya bisa mencalonkan, ternyata tidak bisa. Tuduh lagi presiden ikut-ikutan," kata Jokowi.

Jokowi pun heran bila ada pihak yang menuding keterlibatan dirinya, Istana maupun 'kekuatan besar' yang menyebabkan seorang tokoh gagal mencalonkan diri sebagai calon presiden.

Baca juga: Bela Benny Rhamdani soal Kontroversi Izin Tempur ke Jokowi, OSO: Siapa Berani, Mari Hadapi Saya

Ia mengingatkan, meski banyak orang yang ingin maju sebagai calon presiden, tidak semuanya bakal benar-benar menjadi kandidat yang bertarung di pemilihan presiden.

"Jadi, kalau ada hal-hal seperti itu marilah kita bersama-sama berpikir dengan akal sehat. Apakah semudah itu partai atau peserta pilpres bisa digagalkan dengan mudah? Kan enggak. Partai itu orang pintar-pintar semua, masa gampang sekali digitukan," kata Jokowi.

Kekuatan Besar jadi Kambing Hitam

Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah pihak memang menuding ada 'kekuatan besar' yang mempengaruhi dinamika politik menjelang Pemilu 2024.

Teranyar, Ketua Ketua Majelis Syura Partai Ummat Amien Rais menuding ada intervensi kekuatan besar sehingga partainya disingkirkan dari Pemilu 2024.

Ketua Majelis Syura Partai Ummat Amien Rais di Kantor DPP Partai Ummat, Kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (13/12/2022) siang.(KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA) Ketua Majelis Syura Partai Ummat Amien Rais di Kantor DPP Partai Ummat, Kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (13/12/2022) siang.

Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan KPU, Partai Ummat dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga tidak lolos sebagai partai politik peserta Pemilu 2024.

"Tampaknya atas perintah kekuatan yang besar, Partai Ummat disingkirkan out, atau satu-satunya yang disingkirkan sehingga Partai Ummat tidak bisa ikut Pemilu 2024," kata Amien, Selasa (13/12/2022).

Setelah Partai Ummat dan KPU melakukan mediasi yang difasilitasi Bawaslu, disepakati bahwa akan dilaksanakan verifikasi ulang atas klaim yang disodorkan Partai Ummat sebelumnya.

Baca juga: Asa Partai Ummat Ikuti Pemilu 2024: Sepakat dengan KPU, Amien Rais Melunak

Selain itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera juga pernah menyebut bahwa perlawanan oligarki menyebabkan Koalisi Perubahan menunda deklarasi mereka.

Koalisi Perubahan adalah koalisi partai politik yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS.

"Kami di Koalisi Perubahan lagi coba, kenapa agak lama? Bocoran sedikit, kami lagi lawan oligarki, ini enggak boleh ada pemodal besar yang menguasai kita,” kata Mardani, 10 November 2022 lalu.

Baca juga: Koalisi Perubahan Rentan Bubar sebelum Pilpres, Anies Terancam Tak Jadi Capres

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pun mengaku bakal waspada jika ada pemodal besar yang ingin mengacaukan koalisi Nasdem-Demokrat-PKS.

Dia menyatakan, segala kemungkinan bisa saja terjadi jelang Pilpres 2024.

"Heh, ini kan segala kemungkinan bisa terjadi. Kalau kita bilang iya, salah. Kita bilang tidak, juga salah. Jadi kita harus waspada. Bahasa Jawanya eling dan wospodo," kata Paloh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com