JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pihaknya tidak akan mencalonkan kader yang merupakan eks napi korupsi (koruptor) di Pemilu 2024.
Hal tersebut selaras dengan temuan Litbang Kompas, di mana mayoritas responden tidak setuju apabila eks koruptor maju sebagai calon legislatif (caleg).
"Partai Gerindra kemungkinan dalam pemilu ini juga diusulkan untuk tidak mencalonkan napi eks korupsi," ujar Dasco saat dimintai konfirmasi, Selasa (20/12/2022).
Baca juga: Litbang Kompas: Eks Koruptor Boleh Jadi Caleg, MK Dinilai Kurang Tegas
Dasco menjelaskan, Partai Gerindra memiliki sejumlah pertimbangan kenapa mereka tidak akan mencalonkan eks kader yang pernah mendekam di penjara karena korupsi untuk maju lagi.
Salah satunya adalah karena Partai Gerindra masih punya banyak kader lain yang lebih segar.
"Dikarenakan ya itu tadi, pertimbangan kader kita masih banyak yang fresh-fresh, yang masih bisa berkesempatan maju," ucapnya.
Walau begitu, Dasco mengingatkan bahwa undang-undang (UU) tidak melarang eks koruptor maju di pemilu.
"Dan PKPU (peraturan komisi pemilihan umum)-nya sementara masih memperbolehkan," kata Dasco.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Eks Koruptor Bisa Jadi Caleg, Ancam Demokrasi
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menekankan, pihaknya selalu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau Gerindra selalu merujuk pada ketentuan perundang-undangan, termasuk putusan-putusan MK," jelas Habiburokhman.
Habiburokhman mengklaim Partai Gerindra harus selalu taat pada azas.
Jika menyimpang dari ketentuan, maka Gerindra bisa digugat dan kena sanksi secara hukum.
Sebelumnya, survei jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan bahwa mayoritas responden atau 90,9 persen tidak setuju mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu.
Hal ini berbenturan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan masa tunggu 5 tahun bagi mantan koruptor yang mau nyaleg. Publik justru tak ingin para koruptor kembali masuk dan mendapat kursi pemerintahan.
Perinciannya, sebanyak 63,4 persen responden sangat tidak setuju, dan 27,5 persen responden tidak setuju. Adapun yang setuju hanya 7,6 persen dan yang sangat setuju hanya 1,0 persen.
"Mayoritas responden (90,9 persen) tidak setuju jika mantan terpidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif di pemilu," kata peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/12/2022).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Mayoritas Responden Menilai Hukuman Koruptor Belum Maksimal
Para responden menilai, para eks koruptor berpotensi melakukan kejahatan yang sama apabila diberi kesempatan lagi untuk menyandang jabatan tersebut (37,1 persen).
Sementara itu, 32 persen lainnya menganggap bahwa seharusnya mantan napi korupsi tidak diizinkan lagi malang-melintang di tanah politik.
Lalu, 17,8 persen menyebut mantan napi korupsi menjadi contoh buruk bagi politisi lainnya. 11,1 persen menganggap tidak etis, 0,2 persen menyebut masih banyak calon yang lain, dan 1,2 persen menyebut tidak tahu.
"Sepertiga bagian dari kelompok responden yang menolak juga beralasan, semestinya mereka yang sudah pernah terlibat kasus korupsi tidak layak lagi dipercaya mengemban amanah rakyat yang direbut melalui Pemilu," ucap Rangga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.