Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Belum Terima SPDP Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong

Kompas.com - 08/12/2022, 14:27 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia masih belum menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) hingga Rabu (7/12/2022) siang.

Adapun SPDP adalah mekanisme penuntut umum melakukan pengawasan dan menentukan apakah suatu penyidikan telah lengkap atau belum.

"Sampai sejauh ini ya saya baru menerima informasi dari media. Nanti saya cek dulu apakah ini sudah ada SPDP apa tidak. Biasanya dalam waktu 3 hari penyidik itu wajib menyerahkan SPDP kepada penuntut umum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana di Kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Baca juga: Pengacara Ismail Bolong Sebut Kliennya Tak Pernah Bertemu Kabareskrim

Sebagai informasi, dalam kasus tambang ilegal itu, sudah ada 3 orang yang ditetapkan sebagaitersangka. Salah satunya, mantan anggota Polres Samarinda Ismail Bolong.

Ketut mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu SPDP dari penyidik Bareskrim Polri.

"Iya karena baru kemarin mungkin kita baru menunggu ini ya. Saya juga cek, kalau seandainya sudah dikirim pasti kita terima dan kita sampaikan ke media," ucapnya.

Terkait kasus ini, Ketut mengatakan Kejagung tidak ikut melakukan penyelidikan dalam kapasitas sebagai penyidik.

Sebab, perkara tersebut ditangni langsung oleh penyidik di Bareskrim Polri.

"Kejagung tidak menyelidiki, tidak kapasitas sebagai penyidik tetapi di sini dalam kapasitas prapenuntutan perkara aja," kata Ketut.

Diketahui, penetapan tersangka dan penahanan atas nama Ismail Bolong dalam kasus tambang batu bara ilegal di Kaltim dilakukan Bareskrim pada Rabu (7/12/2022).

Baca juga: Bareskrim Ungkap Peran Ismail dan 2 Tersangka Lain di Kasus Tambang Ilegal Kaltim

Ismail langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri setelah menjalani pemeriksaan.

Ismail diketahui berperan mengatur rangkaian penambangan ilegal serta komisaris dari perusahaan PT EMP yang melakukan tambang ilegal.

Dua tersangka lainnya yakni BP yang berperan sebagai sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. Kemudian, RP selaku kuasa Direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan, dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.

Baca juga: Selain Ismail Bolong, Polri Tetapkan 2 Tersangka Lain di Kasus Tambang Ilegal Kaltim

Dalam kasus ini, Ismail dan dua tersangka lainnya dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com