Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bom Astanaanyar, Standar Baku Pengawasan Eks Napi Teroris Disorot

Kompas.com - 07/12/2022, 16:23 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti terorisme dan intelijen Ridlwan Habib menyoroti sistem pengawasan terhadap napi terorisme, terkait peristiwa bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (7/12/2022).

Sebab pelaku yang bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim alias Abu Abdullah merupakan mantan napi terorisme kasus bom di Cicendo, Jawa Barat, pada 2017 silam.

Agus dilaporkan bebas pada September 2021 setelah menjalani masa hukuman 4 tahun penjara.

Baca juga: Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar, Kepala BNPT: Bentuk Virus Radikal Terorisme

Menurut Ridlwan, belum ada sistem pengawasan yang baku terhadap mantan napi terorisme yang bebas.

"Karena statusnya bukan lagi napi, maka tidak lagi dalam pemantauan Lapas, " kata Ridlwan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/12/2022).

Menurut Ridlwan, perlakuan dan pengawasan terhadap mantan narapidana terorisme jauh berbeda dengan eks narapidana kasus pidana umum.

Salah satu yang mesti diawasi dari eks napi terorisme adalah soal prinsip memegang ideologi yang dianut.

Baca juga: Sosok Agus Sujatno, Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astanaanyar, Pembuat Bom Cicendo Tahun 2017

"Mereka biasanya masih sangat kuat ideologinya, dan susah dinilai apakah benar benar sudah bertobat atau belum," ujar Ridlwan.

Menurut Ridlwan, sampai saat ini belum ada sistem pengawasan baku yang khusus diberlakukan kepada mantan napi terorisme.

Maka dari itu dia berharap pemerintah dan lembaga terkait segera merumuskan standar pengawasan baku terhadap eks napi terorisme guna mencegah mereka kembali beraksi setelah bebas.

"Kasus residivis bermain kembali bukan kali ini saja, ini harus menjadi alarm serius dan yang terakhir, " ujar Ridlwan.

Baca juga: BNPT Akan Dalami Tulisan di Sepeda Motor Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astanaanyar

Sebelumnya, peristiwa bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar menewaskan pelaku dan seorang polisi.

Selain itu dilaporkan 3 polisi mengalami luka berat dan seorang penduduk luka ringan dalam peristiwa itu.

Pelaku diduga adalah bagian dari kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Barat. Dia disebut melakukan aksi secara mandiri atau lonewolf.

Dalam kasus bom Cicendo pada 2017, polisi menangkap Agus, Yayat Cahdiyat sebagai pelaku peledakan, dan Soleh Abdurarrahman alias Abu Gugun alias Abu Fursan.

Baca juga: Pengamanan Polres Jakbar Diperketat Setelah Ada Bom di Mapolsek Astanaanyar, Semua yang Masuk Diperiksa Ketat

Soleh disebut sebagai orang yang mengajarkan cara merakit bom kepada Agus.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membenarkan Agus merupakan mantan napi terorisme terkait kasus bom Cicendo.

Sigit mengatakan, Agus termasuk mantan napi yang sulit dilakukan deradikalisasi sehingga statusnya masih "merah".

Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Agus Sujatno Baru Setahun Bebas dari Penjara

"Yang bersangkutan ini sebelumnya ditahan di LP Nusakambangan. Artinya dalam tanda kutip masuk kelompok masih merah. Maka proses deradikalisasi perlu teknik dan taktik berbeda karena yang bersangkutan masih susah diajak bicara, cenderung menghindar, walaupun sudah melaksanakan aktivitas," ujar Sigit.

(Editor : David Oliver Purba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com