Gareth Frank Bale, pemain veteran Wales sudah dianggap “habis” usai terbuang dari Real Madrid dan kini main di liga “afkiran” di Amerika Serikat.
Terkini, kisah kehebatan Bale pun “habis” saat berlaga di Qatar karena kalah melawan Iran dan hanya sanggup menahan seri Amerika Serikat di Grup B.
Dari sepakbola, harusnya politisi bisa belajar dan memaknai keterbatasan, baik fisik maupun psikis.
Setiap gelaran Piala Dunia, ada pemain hebat lahir dari kancah tersebut. Mario Alberto Kempes dari Agentina lahir dari ajang Piala Dunia FIFA 1978.
Paolo Rossi dari Italia, muncul bak “meteor” idola di gelaran Piala Dunia FIFA 1982.
Siapakah “bintang” yang akan lahir di event Piala Dunia Qatar 2022? Pertandingan final masih belum digelar, kita masih akan menyaksikan calon-calon bintang berlaga.
Di politik tanah air, kita masih menyaksikan politisi-politisi “gaek” terus berlaga di setiap ajang pemilu legeslatif.
Saking seringnya duduk di parlemen di Senayan sejak zaman Orde Baru hingga sekarang, sampai di kartu tanda penduduknya (KTP), tertulis pekerjaanya adalah politisi.
Di setiap Pilpres, kita selalu menjadi saksi seseorang yang berkali-kali “nyapres”, bahkan pernah “nyawapres” juga akan terus berlaga seakan tidak memberikan peluang ke kandidat yang lain.
Seorang Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo suatu saat akan memilih “gantung sepatu” jika memang fisik tidak lagi bisa mengimbangi persaingan di sepakbola yang keras. Harusnya pesan ini juga bisa dicerna oleh politisi-politisi kita.
Di dunia politik, ketika partai politik gagal melenggang ke Senayan atau ada tanda-tanda partai politik yang kini memiliki wakil di Senayan tetapi kerap kisruh antar elitenya, maka jangan heran era generasi emas kesebelasan Belgia yang meredup di Qatar juga akan menimpa partai politik.
Partai yang salah “mengendors” capres, misalnya, diprediksi beberapa lembaga survei raihan suaranya akan menurun drastis di Pemilu mendatang.
Pertandingan sepakbola di Piala Dunia Qatar 2022 semakin hari semakin “panas” tersaji jelang babak 16 besar.
Laga belum selesai, kesebalasan Qatar dan Kanada sudah harus “angkat kopor” walau Qatar selaku tuan rumah tidak perlu memindahkan kopor ke bagasi pesawat.
Jelang Pilpres 2024, aura dan tensi politik di tanah air kian menghangat. Tidak saja ingin memastikan siapa pasangan capres – cawapres yang “yahud” di lapangan, tetapi juga “sorakan” penonton di lapangan.
Jika fans kesebalasan membentangkan bendera, memakai maskot kesebelasan atau meneriakkan “yel-yel” selama pertandingan, maka “penonton” di lapangan politik sungguh tidak kalah serunya.
Dikumpulkanlah para suporter politik dalam stadion raksasa, sembari mendengar taklimat sang “pelatih”.
Pilihlah kapten kesebelasan yang “cungkring” karena dia telah berlatih keras, jangan pilih kapten kesebelasan yang “burik” wajahnya karena dia asyik berliburan terus di pantai tanpa pernah berlatih bersama rakyat.
Itulah wajah “sepakbola” dalam pentas politik nasional yang kian gaduh menjelang Piala Presiden 2024!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.