Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Ketentuan Data Pribadi Pelanggan jika Korporasi Bubar, Merger, atau Diakuisisi

Kompas.com - 20/11/2022, 09:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERUSAHAAN yang melakukan penggabungan, pemisahan, pengambilalihan, peleburan, atau pembubaran badan hukum, wajib memperhatikan ketentuan baru yang termuat dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU PDP mengatur secara khusus jika hal itu terjadi.

Keteledoran atas hal ini dapat dianggap melanggar pelindungan data pribadi. Oleh karena itu berikut dikemukakan ketentuan terkait hal dimaksud.

Pertama, bahwa semua Pengendali Data Pribadi berbentuk badan hukum yang melakukan penggabungan, pemisahan, pengambilalihan, peleburan, atau pembubaran badan hukum, wajib menyampaikan pemberitahuan pengalihan Data Pribadi kepada Subjek Data Pribadi [pasal 48 ayat (1) UU PDP].

Pemberitahuan ini sifatnya wajib dan tidak boleh diabaikan. Pemberitahuan tentu dapat dilakukan melalui sarana elektronik atau lainnya.

Kedua, pemberitahuan pengalihan Data Pribadi tersebut harus dilakukan sebelum dan sesudah penggabungan, pemisahan, pengambilalihan, peleburan, atau pembubaran badan hukum [pasal 48 ayat (2)].

Hal ini berarti bahwa subjek data pribadi harus sudah menerima pemberitahuan sebelum peristiwa hukum itu terjadi.

Ada kemungkinan subjek data pribadi menggunakan haknya, misalnya meminta penghentian pemrosesan data pribadinya dengan menarik kembali persetujuan yang telah dibuatnya.

Ketiga, jika Subjek Data Pribadi menarik kembali persetujuannya, maka harus dipenuhi ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU PDP, yang menyatakan bahwa Pengendali Data Pribadi wajib menghentikan pemrosesan Data Pribadi, dalam hal Subjek Data Pribadi menarik kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi.

Penghentian pemrosesan Data Pribadi tersebut dilakukan paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Pengendali Data Pribadi menerima permintaan penarikan kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi.

Keempat, selanjutnya pada pasal 48 ayat (3) diatur, jika Badan Hukum Pengendali Data bubar. UU PDP menyatakan, dalam hal Pengendali Data Pribadi berbentuk badan hukum melakukan pembubaran, atau dibubarkan, penyimpanan, pentransferan, penghapusan, atau pemusnahan Data Pribadi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nah ditegaskan kembali pada pasal 48 ayat (4) yang menyatakan bahwa terkait penyimpanan, pentransferan, penghapusan, atau pemusnahan Data Pribadi tersebut harus diberitahukan kepada Subjek Data Pribadi.

Kelima, pada pasal 48 ayat (5) selanjutnya terdapat kaidah penunjuk dan perintah dibuatnya ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan ini dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Amanat pasal 48 ayat (5) adalah salah satu amanat dibuatnya peraturan pelaksana. UU PDP setidaknya menyebut 10 hal terkait yang harus dibuat peraturan pemerintahnya.

Peraturan Implementasi

UU PDP menegaskan bahwa peraturan pelaksana (Implementing legislation) dari UU ini dibuat dalam bentuk peratutan pemerintah (PP), kemudian ada perintah pembuatan peraturan presiden (Perpres) terkait kelembagaan.

Selain itu juga mendelegasikan dibuatnya kebijakan strategis, sebagai panduan yang akan dibuat oleh Lembaga Pelindungan Data Pribadi (LPPDP).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com