Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Hal Terungkap dalam Dakwaan Eks Petinggi ACT yang Gelapkan Dana Sosial dari Boeing

Kompas.com - 16/11/2022, 08:59 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana tiga mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Ketiga petinggi yang menjadi terdakwa adalah pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar, dan eks Senior Vice President Operational ACT Hariyana Hermain.

Baca juga: Dugaan TPPU dan ITE Ahyudin ACT Masih Diusut, Bakal Disidang Terpisah

Mereka didakwa telah menggelapkan dana bantuan dari The Boeing Company atau perusahaan penyedia pesawat Boeing untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.

Diketahui, pesawat berjenis Boeing 737 Max 8 milik Lion Air itu jatuh pada 29 Oktober 2018 yang mengakibatkan 189 penumpang dan kru tewas setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Baca juga: Kejagung soal Pasal Pencucian Uang Bos ACT: Pasal yang Dicantumkan Hanya Itu

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," ucap jaksa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa, (15/11/2022).

1. Bantuan Boing melalui BFAF dan BCIF

Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, perkara ini bermula ketika Boeing ingin menyalurkan Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) sebesar 25 juta dollar Amerika Serikat (AS) kepada keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT 610 tersebut.

Baca juga: Didakwa Gelapkan Dana untuk Korban Lion Air, Pendiri ACT Ahyudin Tak Ajukan Ekspesi

Dari dana BFAF, masing-masing ahli waris korban Lion Air 610 mendapatkan santunan dari Boeing sebesar 144.320 dollar AS atau senilai Rp 2 miliar.

2. ACT ditunjuk terima bantuan BCIF

Selain itu, Boeing juga memberikan dana sebesar 25 juta dollar AS sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan. Dana BCIF tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing," jelas jaksa.

Baca juga: Eks Presiden ACT Hanya Didakwa Gelapkan Dana Sosial, Tak Ada Pasal TPPU

Lebih lanjut, pihak keluarga korban kecelakaan Lion Air itu diminta untuk menyetujui agar ACT dapat mengelola dana sosial dari BCIF sebesar 144.500 dollar AS.

3. Gelapkan dana untuk bangun fasilitas

Yayasan ACT mengaku bahwa dana itu akan digunakan untuk membangun fasilitas sosial yang ditujukan kepada penerima manfaat atas rekomendasi dari ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 tersebut.

“Bahwa terdakwa Ahyudin bersama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 di luar dari peruntukannya,” ujar jaksa.

Baca juga: Poin-poin Penting Sidang Perdana 3 Petinggi ACT: Didakawa Gelapkan Ratusan Miliar hingga Kantongi Gaji Fantastis

“Yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri,” ucapnya.

4. Cairkan dana Melalui WA

Para petinggi Yayasan ACT itu disebut mengajukan permintaan pencairan dana sosial dari Boeing untuk kepentingan lain hanya lewat chat atau telepon menggunakan aplikasi WhatsApp (WA). Dalam surat dakwaan disebutkan Ahyudin merupakan pendiri ACT dan Global Islamic Philantrophy (GIP).

"Bahwa untuk proses pencairan dana di luar implementasi dana Boeing tersebut dilakukan oleh terdakwa Ahyudin selaku President GIP dengan cara memberi instruksi melalui chat atau panggilan WhatsApp maupun lisan kepada Hariyana Binti Hermain selaku Vice President GIP," kata jaksa.

Baca juga: Dakwaan Bos ACT: Pencairan Dana Sosial Boeing Hanya lewat WhatsApp

Menurut jaksa, Ahyudin, Hariyana dan Ibnu Khajar mengetahui dana BCIF dari Boeing sebesar 25.000.000 Dollar Amerika Serikat atau Rp 138,5 miliar yang dikelola oleh lembaga itu tidak boleh digunakan di luar peruntukan program yang diajukan dalam proposal.

"Namun Hariyana Binti Hermain tetap meneruskan instruksi tersebut kepada Echwan Churniawan selaku Bendahara Yayasan ACT sehingga tim keuangan memprosesnya agar dapat dilakukan pencairan di mana dana tersebut dipergunakan di luar peruntukan kegiatan implementasi Boeing," lanjut jaksa penuntut umum.

5. Dana Boing digunakan untuk keperluan ACT

Menurut paparan jaksa penuntut umum, dana sosial dari Boeing itu digunakan untuk membayar gaji para petinggi dan karyawan ACT, tagihan perawatan rumah sakit, penyewaan kendaraan operasional, hingga keperluan logistik berbuka puasa untuk sejumlah kantor cabang ACT.

Menurut surat dakwaan, ACT mengajukan proposal 66 kegiatan pembangunan untuk sejumlah lembaga pendidikan dalam pengelolaan dana BCIF dari Boeing dengan nilai masing-masing Rp 2.037.450.000 atau 144.500 Dollar AS. Total nilai program pembangunan yang diajukan dalam proposal ACT itu sebesar 25.000.000 Dollar Amerika Serikat, atau Rp 138.546.388.500.

6. Rencana anggaran biaya tak sesuai

Akan tetapi, dalam kenyataannya, rencana anggaran biaya (RAB) yang disusun ACT kepada sejumlah kontraktor, nilai proyek yang diajukan jauh dari proposal dan bahkan tidak sesuai.

Menurut jaksa, dugaan penyimpangan pengelolaan dana BCIF Boeing itu terungkap dalam Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 oleh akuntan Gideon Adi Siallagan. M. Acc. CA. CPA pada 8 Agustus 2022.

Baca juga: Dakwaan Sebut 3 Bos ACT Tahu Dana CSR Boeing Terpakai Hanya Rp 20 M

"Ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah sejumlah Rp 20.563.857.503," kata jaksa.

7. Gaji para terdakwa

Nilai gaji 3 petinggi ACT yang menjadi terdakwa juga terungkap dalam surat dakwaan. Dalam struktur lembaga Global Islamic Philantrophy, Ahyudin menjabat sebagai presiden. Kemudian Ibnu Khajar diberi jabatan Senior Vice President Partnership Network Department. Novariadi Imam Akbari diberi jabatan Senior Vice President Humanity Network Department.

Sedangkan Hariyana binti Hermain menjabat sebagai Senior Vice President Operational. Keempat petinggi lembaga itu, menurut dakwaan, mendapat gaji dengan besaran berbeda-beda. Gaji untuk President Global Islamic Philantrophy Ahyudin sebesar Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah. Selain itu, Hariyana, Ibnu Khajar, dan Novariyadi disebut masing-masing mendapat gaji sebesar Rp 70.000.000.

Baca juga: 3 Eks Petinggi ACT Didakwa Gelapkan Rp 117 Miliar Dana Bantuan Keluarga Korban Lion Air

Atas perbuatan para tersebut, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ahyudin tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU. Sementara itu, dua terdakwa lainnya, yakni Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain memilih untuk mengajukan eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan oleh jaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com