Pertempuran berlangsung ganas dan kejam selama tiga minggu, dan puncaknya terjadi pada 10 November 1945.
Sosok Sutomo atau yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo berperan besar dalam pertempuran 10 November 1945.
Melalui siaran radio, pemuda asal Surabaya itu tampil sebagai pimpinan yang mengobarkan semangat perlawanan, mengajak seluruh rakyat bersatu dan merebut tempat-tempat penting yang diduduki Sekutu.
Siaran Bung Tomo melanglang ke berbagai radio di Surabaya. Menurut buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6, siaran Bung Tomo selalu dibuka dengan "Allahu Akbar! Allahu Akbar!".
Seruan itu berhasil menggerakan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya.
Dengan gaya bicara yang berapi-api, Bung Tomo juga kerap memekik orasi "merdeka atau mati!" yang menyulut jiwa juang para pemuda Surabaya bertempur di medan laga.
Saat itu, Bung Tomo bahkan mengikrarkan janji bahwa dirinya tak akan menikah sebelum Belanda terusir dari Indonesia.
Buku Revolt in Paradise karya K'tut Tantri mengatakan, peran Bung Tomo dalam perang Surabaya sangat vital. Pada 14 November 1945 misalnya, tak lama setelah siaran di Jalan Mawar, Surabaya, Bung Tomo langsung bergeser ke Malang.
Gencarnya siaran Bung Tomo juga membuat orang berbondong-bondong datang ke Surabaya untuk ikut berperang. Rakyat dari sekitar Surabaya, bahkan luar Jawa, termasuk dari Sulawesi Utara, turut angkat senjata mempertahankan kemerdekaan.
Kobaran semangat inilah yang pada akhirnya berhasil menyatukan rakyat, mengusir Sekutu dan mempertahankan kedaulatan negara di tanah Surabaya.
Hari ini, Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan. Tak hanya itu, 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.