Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Sebut Jokowi Ingin Pelanggaran HAM Berat Dibawa ke Pengadilan

Kompas.com - 01/11/2022, 20:41 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, Presiden Joko Widodo mengarahkan bawahannya agar menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Menurut Mahfud, Jokowi pernah berujar bahwa pemerintah selalu dituding tidak mau menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Sehingga, Jokowi meminta perkara yang telah ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pelanggaran HAM berat dibawa ke pengadilan.

“Bahkan presiden mengatakan begini, 'Pak itu sudah lah semua yang dibuat Komnas HAM  dibawa saja ke pengadilan. Biar hakim yang memutuskan',” kata Mahfud saat melakukan pertemuan dengan pimpinan dan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Baca juga: Mahfud Sebut Bukti dan Terduga Kasus Pelanggaran HAM 1965 Sudah Tidak Ada

Meski presiden memiliki keinginan menyidangkan kasus pelanggaran HAM berat, kata Mahfud, Jaksa Agung tidak bersedia bahkan merasa malu. Sebab, kasus tersebut tidak dilengkapi dengan bukti.

Menurutnya, tindakan membawa perkara tanpa bukti ke pengadilan merupakan tindakan yang tidak profesional.

“Malu kami sudah bawakan, kalah kok dibawa ke pengadilan, kata Jaksa Agung,” tutur Mahfud.

Pada kesempatan tersebut, Mahfud menuturkan bahwa salah satu kesulitan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di persidangan adalah karena tidak ada memiliki bukti.

Bukti kasus pembunuhan massal 1965 misalnya, kata Mahfud, sudah tidak ditemukan. Di sisi lain, pelaku yang diduga bersalah juga sudah tidak ada.

“Kasus 65 itu kan buktinya juga sudah tak ditemukan,” ujar Mahfud.

Baca juga: Mahfud Sebut Kasus Pelanggaran HAM Berat Tidak Akan Kedaluwarsa, Dicarikan Penyelesaian Hukum

Meski demikian, kasus tersebut tetap masuk kategori pelanggaran HAM berat karena terdapat banyak korban.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menuturkan, Jaksa Agung tidak bisa membawa kasus ke pengadilan hanya berbekal hasil penyelidikan Komnas HAM dan tanpa barang bukti.

Melihat keadaan ini, pemerintah kemudian memutuskan membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Tim ini bergerak di luar jalur hukum.

Baca juga: Mahfud Sebut Besok Komnas HAM Akan Umumkan Tragedi Kanjuruhan Pelanggaran HAM Berat atau Bukan

Mahfud menegaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak akan ditutup. Pemerintah tetap akan mencarikan jalan hukum untuk menyelesaikan itu.

“Kita tak akan menutup kasus. Kasus misalnya Mei 98 yang di Trisakti 1 dan 2, masih masuk,” tuturnya.

“Itu yang hukum silakan, ada Jaksa Agung, ada Komnas HAM nanti ada DPR. Nanti kalau sudah ini bulat kita ke presiden,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com