Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Deklarasi Anies Jadi Capres, Nasdem Harus Bayar Mahal

Kompas.com - 24/10/2022, 17:20 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Trias Politika Strategi Agung Baskoro berbicara mengenai beda nasib yang dialami oleh Partai Gerindra dan Partai Nasdem usai mendeklarasikan bakal calon presiden (capres) masing-masing.

Gerindra diketahui mengusung Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, sementara Nasdem mendeklarasikan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Akan tetapi, sejauh ini, Nasdem terlihat lebih disudutkan. Muncul isu reshuffle menteri dari Nasdem hingga Nasdem keluar dari koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut berbanding terbalik dengan Partai Gerindra yang sejauh ini tidak mendapat 'serangan'.

Baca juga: Nasdem: Ada Oknum Elite Politik yang Coba Jauhkan Anies dengan Jokowi Pakai Politik Kompor

Agung Baskoro menjelaskan, fenomena ini terjadi lantaran Nasdem memilih Anies yang merupakan figur yang dianggap berseberangan dengan pemerintahan Jokowi.

"Karena suka atau tidak, Ahok yang saat itu menjadi 'wakil' pemerintahan Jokowi, kalah (di Pilgub DKI 2017 melawan Anies)," ujar Agung saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Senin (24/10/2022).

Agung memaparkan, Anies berbeda dengan Prabowo yang ditempatkan Gerindra selalu menjadi 'menterinya Jokowi'.

Selain itu, dia menyebut bahwa Prabowo sudah mendapat restu dari Jokowi.

Baca juga: Nasdem Usul Cawapres Anies dari Luas Koalisi, PKS: Tidak Adil Buat Parpol yang Punya Kader Bagus

"Artinya, ketika Prabowo maju capres, persoalan antitesis menjadi terbantahkan, karena Prabowo sudah 'memeroleh' restu (Jokowi)," tuturnya.

Kemudian, Agung menyinggung persinggungan antara Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Jokowi yang belum bertemu karena beda kepentingan.

Menurut dia, Surya Paloh punya tanggung jawab moril untuk membesarkan Nasdem sebagai partai teratas yang bisa bersanding dengan PDI-P dan Golkar.

"Setelah tugas Surya Paloh selesai menguatkan partai (sistem dan pengkaderan), ia butuh sosok yang bisa menopang coattail effect dalam pilpres nanti," kata Agung.

Baca juga: Gerindra Sebut Tidak Akan Giring Jokowi Terkait Wacana Reshuffle

"Dan Anies menjadi salah satu solusinya. Menimbang Prabowo ada di sisi Gerindra dan Ganjar di pihak PDI-P," sambungnya.

Agung menganggap Nasdem sebenarnya berani dengan mendeklarasikan Anies Baswedan.

Dia melihat apa yang Nasdem lakukan ini sebagai suatu terobosan politik.

Akan tetapi, kata Agung, terobosan politik yang Nasdem lakukan ini harus dibayar mahal. Nasdem justru diserang.

"Harus dibayar mahal dengan serangan bertubi-tubi dari mitra koalisi saat ini yang susah membedakan antara periode kedua pemerintahan Jokowi yang akan habis 20 Oktober 2024 dengan pemilihan Anies sebagai capres untuk 2024-2029," ucap Agung.

Ganggu PDI-P yang mau calonkan Puan

Sementara itu, Agung berpendapat strategi Nasdem dalam mencapreskan Anies ini mengubah konstelasi politik nasional.

Dia melihat, dengan dideklarasikannya Anies, Ganjar Pranowo menjadi lebih berani. Sehingga koalisi lain pun mesti bergegas memutuskan calonnya.

"Bagi PDI-P, ini mengganggu misi mencapreskan Puan Maharani. Karena akhirnya partai berlambang banteng mesti realistis, menimbang lawan yang dihadapi adalah Anies dan Prabowo," katanya.

Maka dari itu, Agung menilai wajar apabila PDI-P menjadi partai yang paling banyak melancarkan serangan ke Nasdem.

Dia menyebut PDI-P menyerang Nasdem mulai dari harus dikeluarkan dari koalisi pemerintah, hingga menteri-menterinya segera kena reshuffle.

"Dan ini diperkuat, dengan adanya rencana pemanggilan Ganjar oleh DPP dalam waktu dekat untuk mengklarifikasi kesiapannya maju capres menimbang domain tersebut menjadi hak preogatif ketua umum," imbuh Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com