APA alasan paling masuk akal atas hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI), bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai superbody antikorupsi, bersama Polri turun pamor di mata rakyat.
Keduanya sama-sama kehilangan integritas, independensi, dan transparansinya.
Sejak kasus Cicak versus Buaya yang membuat KPK disayang publik, kasus kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan para anggota KPK justru menjadi sorotan kritis publik, dan membuat KPK berada pada posisi terendahnya.
Tak hanya kehilangan kredibilitasnya, namun tercemar nama baik karena seperti disusupi titipan kepentingan para penolak kehadiran KPK.
TWK KPK diinisiasi sebagai konsekuensi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menetapkan KPK sebagai bagian dari lembaga eksekutif kekuasaan.
Sebelum direvisi, KPK merupakan lembaga bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
Beralihnya KPK dari lembaga independen menjadi eksekutif membuat para pegawainya saat ini resmi menyandang status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020.
Faktanya, berdasarkan data KPK, dari 1.351 pegawai yang menjalani TWK, 1.274 pegawai dinyatakan lulus, sementara 75 pegawai sisanya dinyatakan gagal.
Fakta berikutnya yang tak kalah menarik, 75 orang yang gagal merupakan orang-orang yang disegani akan integritasnya dalam menjalani kewajiban mereka sebagai anggota KPK.
Nama-nama seperti Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, Giri Suprapdiono, yang dianggap memiliki prestasi membanggakan selama menuntaskan kasus-kasus besar korupsi justru dibuang!
Ini bukan perbaikan atau tindak reformatif, namun justru bentuk kemunduran dalam upaya kita melawan korupsi.
Sebuah kesalahan fatal yang menempatkan KPK sebagai lembaga yang tidak lagi independen, terutama atas kuasa para eksekutif.
Dalam situasi ketika dukungan kepada institusi KPK semakin berkurang, para elite justru memainkan peluang dan kesempatan semakin merusak pamor KPK.
Jika pada akhirnya menjadi institusi yang tidak lagi dibutuhkan, apalagi dibubarkan, merupakan keberhasilan paling dramatis para penghuni parlemen yang berhasil mengkebiri, sekaligus memberangus KPK.
Apakah itu artinya akan ada kelahiran kembali KPK dalam versi yang lebih lunak? Institusi yang akan dipenuhi tata aturan dan tunduk kepada parlemen? Sebuah institusi formalitas yang sangat tidak direkomendasikan.