Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangguan Ginjal Akut: Kematian Dekati 50 Persen, Dikaji Jadi KLB

Kompas.com - 21/10/2022, 09:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum ditemukannya penyebab gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) membuat tingkat kematian pasien meningkat. Tingginya angka kematian (fatality rate) menjadi sorotan sejumlah pihak terkait.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tingkat kematian gangguan ginjal akut mendekati 50 persen. Adapun hingga Selasa (18/10/2022), kasus yang ditemukan mencapai 206 kasus.

Sementara itu, balita yang terpapar penyakit ini mencapai sekitar 70 orang per bulan. Ia bahkan menyebut realitasnya dipastikan lebih banyak dari data yang ada.

Baca juga: 4 Poin Temuan BPOM 5 Obat Sirup Mengandung Etilen Glikol Lewati Batas Aman di Tengah Kasus Gagal Ginjal Akut

Oleh karena itu, Kemenkes mengambil langkah konservatif dengan menginstruksikan tenaga medis termasuk dokter tidak meresepkan obat cair kepada pasien dan menginstruksikan apotek agar tidak menjual obat dalam bentuk cair.

"Mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an (kasus) per bulan. Realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan fatality/kematian rate mendekat 50 persen," kata Budi dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (20/10/2022).

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang notabene sebagai rumah sakit rujukan, tingkat kematian pasien gangguan ginjal akut bahkan lebih dari 50 persen.

Baca juga: BPOM Temukan 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas, Ini Daftarnya

Berdasarkan pernyataan Direktur Utama RSCM dr. Lies Dina Liastuti tingkat kematian pasien rujukan itu mencapai 63 persen dari total 49 kasus yang diterima sepanjang tahun 2022.

Perincian pasien yang dirawat, yaitu 2 pasien pada Januari, 1 pasien pada Maret, 3 pasien pada bulan Mei, 2 pasien di bulan Juni, 1 pasien di bulan Juli, 8 pasien di bulan Agustus, 20 pasien pada September, dan 12 pasien pada Oktober 2022.

Terdapat 7 orang yang dinyatakan sembuh usai mendapat perawatan, dan 11 anak yang saat ini masih dirawat.

"Yang dirawat ada 11 (orang), 10 di PICU (Pediatric Intensive Care Unit), dan yang di IGD ada 1 (orang). Mohon doanya," ucap Lies dalam konferensi pers, Kamis sore.

Temuan BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian terkait ada tidaknya cemaran etilen glikol yang melebihi ambang batas pada obat-obat sirup untuk anak demam yang beredar di pasaran.

Biasanya, cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) kemungkinan berasal dari 4 bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Sejatinya, keempat bahan tambahan itu bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat.

Namun, BPOM sudah menetapkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Baca juga: Apakah Gangguan Ginjal Akut Bisa Disembuhkan? Ini Penjelasan Dokter

Setelah melakukan sampling, BPOM menemukan 5 obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol melebihi ambang batas. Sampling dilakukan BPOM terhadap 39 bets dari 26 sirup obat.

"Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 produk," tulis BPOM dalam keterangan resmi, Kamis.

Sampling dilakukan berdasarkan beberapa kriteria. Pertama, obat-obat tersebut diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.

Lalu, Diproduksi oleh produsen yang menggunakan 4 bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.

Baca juga: Atasi Gangguan Ginjal Akut Misterius, RSCM Pakai Obat Penawar dari Singapura

Kemudian, diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.

Lima obat tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.

4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Belum ada kesimpulan penyebab

Namun, menurut BPOM, hasil uji tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.

Karena selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19.

Baca juga: RSCM Terima 49 Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius, Tingkat Kematian 63 Persen

Masih soal kewaspadaan, BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.

"Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan," ucap BPOM.

Kaji jadi KLB

Mendadak, cepat, dan belum diketahuinya penyebab membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkaji penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap kasus gangguan ginjal akut.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya sudah melibatkan epidemiolog untuk mengkaji penetapan status tersebut.

"Para ahli sudah kita libatkan, bagian dari tim ini, apakah nanti perlu dilakukan (untuk menetapkan KLB), masih berproses semua," ungkap Nadia.

Baca juga: Ada Gangguan Ginjal Akut, IDAI Minta Orangtua Tak Beli Obat Bebas Tanpa Rekomendasi Dokter

Nadia mengungkap, ada beberapa pertimbangan yang dipikirkan dalam menetapkan kasus KLB. Salah satu pertimbangan yang dilakukan adalah melihat tren kenaikan dan angka kematian kasus.

Biasanya, status KLB ditetapkan jika kasus dan angka kematian mengalami tren peningkatan yang cepat seperti kasus Covid-19.

"Semua masih dikaji ya," jelas Nadia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com