JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memaparkan temuan terdapat 5 obat yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) melebihi ambang batas yang ditentukan pada Kamis (20/10/2022).
Temuan itu diungkap di tengah merebaknya kasus gagal ginjal akut yang dialami anak-anak di berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: Daftar 5 Obat Sirup Mengandung Etilen Glikol yang Ditarik BPOM
Adapun sirup obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) kemungkinan berasal dari 4 bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Sebenarnya keempat bahan tambahan itu bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat. Namun, BPOM sudah menetapkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Baca juga: 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas Temuan BPOM
Sedangkan dari hasil pengujian BPOM terungkap 5 obat sirup yang beredar di pasaran memiliki kandungan cemaran EG melebihi ambang batas aman.
Berikut ini poin-poin penting dari temuan BPOM mengenai 5 obat yang memiliki kandungan etilen glikol melebihi batas aman.
BPOM memaparkan terdapat 5 obat yang mengandung cemaran etilen glikol melebihi batas aman. Daftarnya adalah sebagai berikut.
1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.
BPOM menyatakan, temuan 5 obat yang mengandung etilen glikol melewati ambang batas berawal dari sampling berdasarkan beberapa kriteria.
Pertama, obat-obat tersebut diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
Lalu, diproduksi oleh produsen yang menggunakan 4 bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.
Baca juga: Obat Sirup Anak Dilarang Beredar dan Dikonsumsi, Orangtua Tuntut Ini agar Tenang
Selain itu diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
Sampling dilakukan BPOM terhadap 39 bets dari 26 sirup obat.
"Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 produk," tulis BPOM dalam keterangan resmi, Kamis (20/10/2022).
Terhadap hasil uji 5 sirup obat dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM memerintahkan industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia, dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.
"Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan," kata BPOM dalam keterangan pers.
Baca juga: Atasi Gangguan Ginjal Akut Misterius, RSCM Pakai Obat Penawar dari Singapura
BPOM menyatakan dari hasil uji cemaran etilen glikol pada obat-obat itu belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.
Sebab, menurut BPOM masih ada beberapa temuan yang tengah diteliti dan ditelusuri lebih lanjut.
Baca juga: RSCM Terima 49 Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius, Tingkat Kematian 63 Persen
"Selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19," beber BPOM melalui keterangan pers.
(Penulis : Fika Nurul Ulya | Editor : Diamanty Meiliana, Bagus Santosa)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.