JAKARTA, KOMPAS.com - Penelusuran Kompas.com mengungkap sejumlah teka-teki seputar ijazah sekolah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sejumlah pihak memaparkan bukti tentang sejumlah hal yang sempat dipertanyakan, yakni lama waktu pendidikan hingga perubahan nama SMA yang menjadi tempat Jokowi belajar.
Kedua berita itu masuk dalam berita terpopuler kanal nasional Kompas.com.
Baca juga: Pesan Guru SMA: Pak Jokowi, Harap Panjenengan Selalu Bersabar...
Masa waktu pendidikan Presiden Joko Widodo di SMAN 6 Surakarta menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Jokowi masuk ke sekolah tersebut pada tahun 1977. Namun, ia disebut baru lulus pada tahun 1980.
Bila merujuk pada sebatas informasi ini saja, tentu menimbulkan keanehan. Sebab, sewajarnya masa waktu pendidikan SMA adalah tiga tahun, bukan empat tahun.
Baca juga: Kenangan Guru SMAN 6 Surakarta, Dipanggil Mbak Guru Oleh Jokowi
Adapun siswa/i yang menempuh waktu pendidikan SMA lebih dari tiga tahun biasanya disebabkan tinggal kelas. Informasi ini pun kemudian dikait-kaitkan dengan isu bahwa ijazah Jokowi semasa SMA adalah palsu.
Tim Kompas.com mengonfirmasi hal tersebut ke Kepala Sekolah SMAN 6 Surakarta Munarso.
Ditemui di ruangannya, Senin (17/10/2022), Munarso membeberkan kekeliruan pemahaman sejumlah pihak tentang masa waktu pendidikan Jokowi di SMA.
"Sebetulnya, yang benar bukan empat tahun ya. Lebih tepatnya tiga setengah tahun. Ini ada penjelasannya," tutur Munarso.
Ia menerangkan, Jokowi masuk ke SMAN 6 Surakarta pada 3 Januari 1977. Jokowi remaja dikenal pandai dalam bidang akademik.
Tak heran bila ia meraih ranking utama dalam setiap jenjang SMA, baik kelas 1, kelas 2, atau kelas 3.
Bahkan pada kelas 3, Jokowi menyabet juara umum. Dari lima kelas paralel yang ada pada tingkat tersebut, Jokowi meraih nilai tertinggi.
Pada tahun 1979 di mana Jokowi berada di kelas 3, tiba-tiba turun kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Daoed Joesoef.
Daoed Joesoef sendiri pada saat itu merupakan bagian dari Kabinet Pembangunan III. Ia diangkat oleh Presiden Soeharto pada Maret 1978.