JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menemukan adanya 131 anak yang menderita gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) misterius sejak Januari hingga September 2022.
Bahkan, sejak Agustus 2022, kasus ini telah tersebar di 14 provinsi, meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Kemudian, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan, terdapat beberapa gejala yang muncul dari gangguan ginjal akut misterius ini.
Baca juga: Muncul Gangguan Ginjal Akut Misterius, Kemenkes: Diduga Keracunan Obat Mengandung Etilen Glikol
Mulai dari batuk, pilek, diare, muntah, serta demam. Sementara gejala lanjutannya adalah air seni/urine yang sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil (BAK).
"Jadi tidak bisa buang air kecil (BAK), betul-betul hilang sama sekali buang air kecilnya. Anak-anak ini hampir semuanya datang (ke rumah sakit) dengan keluhan tidak buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit," tutur Eka.
Penderita umumnya didominasi oleh anak berusia di bawah lima tahun (balita) hingga anak usia 8 tahun.
Hingga kini, penyebab penyakit itu masih misterius. Sebab, tidak ditemukan virus spesifik yang bisa disimpulkan sebagai penyebab AKI.
Baca juga: Anak dengan Gagal Ginjal Akut Datang dengan Gejala Tak Bisa Kencing
Berbagai metode pemeriksaan pun telah dilakukan IDAI. Salah satunya dengan swab tenggorokan untuk memeriksa infeksi virus pada saluran pernapasan.
Sayangnya, IDAI tidak menemukan jenis virus yang seragam yang menyebabkan infeksi.
"Ada beberapa yang virusnya A, ada yang B, ada yang C, sehingga tidak bisa disimpulkan bahwa penyebabnya adalah satu virus tersebut," ucap Eka.
Eka menyebut, pihaknya pun melakukan swab rektal dari anus untuk mencari infeksi-infeksi yang oriental penyebab diare atau infeksi pencernaan. Hasilnya sama, dokter tidak mendapatkan jenis virus yang konsisten.
"Kami masih mencari. Tapi yang jelas anak-anak ini tidak hanya mengalami gangguan pada ginjal. Saat kami melakukan pemeriksaan laboratorium dan mengamati gejala klinisnya, mereka mengalami apa yang kami sebut dengan peradangan di banyak organ," jelas Eka.
Baca juga: Kemenkes: Sejak Merebak, 40 Anak Derita Gangguan Ginjal Akut Misterius
Mulanya, IDAI menduga kasus ini berkaitan dengan MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) yang disebabkan oleh infeksi Covid-19.
Namun berdasarkan analisis kasus, beberapa penderita penyakit ini dinyatakan negatif Covid-19.
Umumnya, gangguan ginjal akut merupakan efek lanjut dari kekurangan/kehilangan cairan dalam waktu singkat pada anak-anak.
Anak-anak biasanya kekurangan cairan karena diare yang diikuti dengan dehidrasi. Selain kekurangan cairan, penyebab lainnya dapat menimbulkan perdarahan hebat.
Kekurangan cairan hebat biasanya juga diderita oleh pasien demam berdarah.
Baca juga: Fakta soal Sirup Obat Batuk yang Diduga Sebabkan Gagal Ginjal Akut hingga Kematian 66 Anak di Gambia
Artinya, gangguan ginjal akut bukan merupakan diagnosis tunggal, selalu ada penyebab utama yang sebelumnya diderita.
Kementeriann Kesehatan rupanya juga sempat mencari tahu penyebab penyakit ini setelah mendapatkan informasi dari IDAI.
Dugaan awal, kasus ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.
Hal ini disimpulkan setelah Kemenkes berdiskusi dengan tim dari Gambia. Gambia sendiri memiliki kasus serupa.
Sebanyak 69 anak-anak di Gambia meninggal dunia akibat mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa kimia tersebut.
Etilen glikol adalah senyawa organik tak berwarna maupun berbau, dan berkonsistensi kental seperti sirup pada suhu kamar. Senyawa ini memiliki rasa yang manis dan kerap digunakan untuk tambahan serat pada polyester, minyak rem, kosmetik, dan pelumas.
Baca juga: Waspadai Gejala Gangguan Ginjal Akut pada Anak, Batuk Pilek hingga Air Seni Sedikit
"Dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi (keracunan)," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril kepada Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Kasus ini menjadi perhatian. Sebab kata Syahril, ada tambahan kasus di bulan Oktober 2022.
Pihaknya sudah menemukan sebanyak 40 anak menderita gangguan ginjal akut misterius hingga 11 Oktober 2022 sejak kasus merebak beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, Kemenkes melakukan koordinasi dengan ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Ahli dari WHO merupakan pihak yang mengadakan investigasi kasus di Gambia.
Saat ini, pihaknya juga sudah membentuk tim yang terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Baca juga: Menkes: Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Sedang Diteliti RSCM, Hasilnya Segera Dirilis
Untuk penanganan di rumah sakit, Dirjen Yankes telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.