JAKARTA, KOMPAS.com – Tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan menjalani persidangan atas perbuatannya.
Persidangan pasangan tersebut akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (17/10/2022) pekan depan.
Ferdy Sambo dan Putri dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya itu, Sambo juga dijerat soal obstruction of justice atau menghalangi penyidikan Brigadir J dengan Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Baca juga: Ferdy Sambo Bawa Buku Hitam Saat Berada di Kejagung, Ini Kata Pengacara
Terkait persangkaan tersebut, apakah mungkin Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dapat dilepaskan dari jeratan pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP?
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menilai putusan hakim terhadap Ferdy Sambo dan istrinya itu sangat bergantung dengan konstruksi dakwaan yang dibuktikan di pengadilan.
Ia mengatakan, hakim akan memberikan hukuman secara setimpal dengan perbuatannya yang berdasarkan dakwaan serta tuntutan yang dikemukakan di persidangan.
Gayus menegaskan hakim memegang legal justice atau keadilan yang ada pada aturan hukum.
“Tergantung konstruksi dakwaan yang bisa membuktikan bahwa memang itu direncanakan, siapa yang bisa baca orang merencakan atau tidak yaitu dengan saksi-saksi dan kejadian yang terungkap faktual,” ujar Gayus saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/10/2022) malam.
Gayus menegaskan putusan yang adil dan tepat itu berdasarkan dakwaan dan tuntutan.
Lalu, tuntutan yang adil dan tepat itu berasal dari penyidikan yang baik. Jadi proses hukum merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah.
Dalam kasus Ferdy Sambo dan Putri, mennurutnya, sangat mungkin bagi pasangan itu mendapatkan hukuman maksimal jika jaksa memberikan konstruksi dakwaan yang tepat.
"Kemudian kalau ditanya kepada saya, ‘apakah ini mungkin dihukum maksimal?’ sangat mungkin, kalau jaksa memberi konstruksi dakwaan yang tepat," katanya.
“Apa yang tepat itu? Yang tepat adalah bahwa kalau berencana itu ada bukti dan saksi bahwa dia merencakan,” beber Gayus.
Ia menilai, tindakan membujuk atau menyuruh seseorang sudah masuk dalam katagori perencanaan.
Adapun dalam kasus ini, Ferdy Sambo juga sempat menyuruh dua ajudannya menembak Brigadir J. Ajudan yang bernama Bripka Ricky Rizal (RR) menolak, sementara Bharada Richard Eliezer (E) menyanggupi.
Baca juga: Bareskrim Diminta Periksa Ferdy Sambo soal Dugaan Gratifikasi Private Jet Brigjen Hendra Kurniawan
“Sudah masuk kan kalau itu diruntut kan masuk, dia menyuruh Bripka RR, Bripka RR tidak bersedia karena tidak berani katanya, maka dia meminta agar Bharada E, Eliezer, untuk melakukan, dan Eliezer sanggup melakukan,” imbuhnya.
Secara terpisah, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Ferdy Sambo akan sulit mengelak dari jeratan pasal pembunuhan berencana.
Sebab, ia menilai, Ferdy Sambo memiliki waktu jeda usai mendapatkan laporan dari istrinya, terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J.
Baca juga: Sidang Perdana Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Digelar 17 Oktober
“Jika melihat fakta menurut saya sulit untuk mengelak, karena pasca laporan Putri pada FS ada waktu jeda yang cukup panjang,” ucap Fickar saat dihubungi, Selasa (11/10/2022).
Menurut dia, Ferdy Sambo juga memiliki waktu untuk berpikir saat menawarkan dua ajudannya, yakni Bripka Ricky dan Bharada E, melakukan penembakan terhadap Brigadir J.
“Artinya ada waktu untuk merencanakan dan berpikir untuk tidak jadi menembak. Kalau fakta-fakta itu betul seperti yang dikemukakan beberapa media, maka sulit bagi FS dan Putri untuk lolos dari dakwaan Pasal 340 KUHP,” tuturnya.
Dalam pemberitaan Kompas.com sebelumnya, Ferdy Sambo diketahui memerintahkan ajudannya yakni Bharada E atau Richard Eliezer untuk menembak Brigadir J.
Ferdy Sambo juga sempat meminta ajudannya yang yaitu Bripka Ricky Rizal untuk menembak Brigadir J, namun Ricky menolak karena tidak berani.
Sedangkan, Bharada E menyanggupi. Kejadian penembakan pun terjadi di Rumah Dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Pihak Ferdy Sambo menyatakan bahwa tindakan itu mulanya terjadi akibat adanya kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri di rumah Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Dari kejadian ini, total ada 5 tersangka pembunuhan berencana dan 7 tersangka obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kematian Brigadir J.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.