JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan perlahan mulai mengantongi sejumlah fakta dalam tragedi kelam yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022.
Salah satunya, adanya kekuatan yang mengatur agar pertandingan Arema FC kontra Persebaya tetap dilaksanakan pada malam hari, meski ada permintaan dari Polres Malang agar jadwal dimajukan.
Awalnya, aparat kepolisian telah meminta agar pertandingan itu digelar pukul 15.30 WIB dari jadwal semula pukul 20.00 WIB.
Baca juga: Profil Irjen Nico Afinta, Kapolda Jawa Timur yang Dicopot Setelah Tragedi Kanjuruhan
“Ada indikasi-indikasi yang misalnya, kenapa bisa jadi malam? Pada malam itu juga kemungkinan besar di situ ada pihak tertentu yang mempunyai kekuatan untuk mengatur tetap menjadi malam hari,” ujar anggota TGIPF Rhenald Kasali di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Ia mengaku belum bisa membongkar sosok yang dimaksud. Namun, ia meyakini bahwa publik sebenarnya telah mengetahui siapa sosok yang memiliki kekuatan itu.
“Saya belum bisa, kita belum bisa sebutkan walaupun saudara-saudara sudah bisa menciumnya,” katanya.
Baca juga: Berkaca pada Tragedi Kanjuruhan, Polda Jabar Godok SOP Pertandingan Sepakbola
Di sisi lain, ia mengaku heran dengan sikap Polres Malang yang tetap tunduk dengan PT Liga Indonesia Baru (LIB), terutama soal sikap Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat yang tetap tunduk dengan jadwal yang telah diatur PT LIB.
“Ada surat dari Kapolres yang meminta agar dilaksanakan sore hari, terus kemudian diminta oleh PT LIB agar (tetap) dilakukan pada malam hari,” ungkap Rhenald.
“Kalau memang itu ditolak, mengapa polisi dan Polres kalah dan harus tetap dijalankan pada malam hari?” sambung dia.
Baca juga: Ironi Polisi di Tragedi Kanjuruhan, Sujud Minta Maaf di Malang, Sibuk Membela Diri di Jakarta
Panggil sosok berkekuatan
Dalam upaya pengusutan tragedi yang menewaskan 131 orang tersebut, TGIPF akan memanggil beberapa pihak untuk dimintai klarifikasi, termasuk sosok yang diduga mempunyai kekuatan untuk mengatur jadwal pertandingan Arema vs Persebaya tetap digelar malam hari.
Rhenald menuturkan, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) akan dipanggil TGIPF untuk diperiksa di Kantor Kemenko Polhukam hari ini, Selasa (11/10/2022).
“Ya, kita akan panggil semua. PT LIB akan datang, akan kita minta. PSSI akan kita panggil besok dan sejumlah pihak yang terkait dengan ini semua ya. Kita akan klarifikasi,” kata dia.
Kepentingan iklan rokok
Temuan lain TGIPF adalah adanya dugaan mengenai adanya kepentingan iklan rokok dalam pertandingan sepak bola nasional yang digelar malam hari, termasuk laga Arema melawan Persebaya.
Rhenald mengatakan, laga malam hari biasanya digelar sekitar pukul 21.30 WIB untuk mengakomodasi iklan rokok.
“Kalau kemarin (Arema vs Persebaya) kan enggak jam segitu. Tapi banyak sekali hal-hal seperti dilakukan setengah 10 malam. Kami juga mendengar, mungkin itu salah satunya mengakomodasi iklan rokok yang baru mulai di jam setengah 10 malam,” ujar Rhenald.
Baca juga: Sepakbola Tanah Air Harus Berbenah, Andritany: Tewasnya 131 Korban di Kanjuruhan Jangan Disiakan
Rhenald menyampaikan bahwa pertandingan yang digelar sangat malam juga dikeluhkan para pemain.
Gas air mata bersifat mematikan
Rhenald juga menyatakan bahwa tembakan gas air mata oleh personel Polri kepada Aremania bersifat mematikan.
Menurut dia, penggunaan senjata gas air mata oleh kepolisian pada dasarnya untuk meredam agresivitas massa, bukan senjata yang bersifat mematikan.
Akan tetapi, penggunaan gas air mata dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, tampak berbeda.
“Jadi (gas air mata) bukan senjata untuk mematikan, tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas,” ujarnya.
Baca juga: Komnas HAM Dalami Gas Air Mata Kedaluwarsa yang Ditembakan Polisi di Kanjuruhan
“Yang terjadi (di Kanjuruhan) adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki,” tutur dia.
Pihak Polri telah mengakui bahwa gas air mata yang ditembakkan personel kepolisian di Stadion Kanjuruhan sudah kedaluwarsa.
Terkait hal itu, Rhenald Kasali menegaskan, Polri melakukan penyimpangan dan pelanggaran karena menembakkan gas air mata yang kedaluwarsa.
Untuk itu, Rhenald mengingatkan bahwa posisi kepolisian saat ini bukanlah sebagai kepolisian yang berbasis militer, melainkan berbasiskan kepolisian sipil.
Baca juga: Komnas HAM Dalami Gas Air Mata Kedaluwarsa yang Ditembakan Polisi di Kanjuruhan
“Karena gas air mata itu, ingat ini adalah kalau kepolisian itu adalah sekarang ini bukan military police, bukan polisi yang berbasis militer, tapi ini adalah civilian police. Nah, maka polisi itu ditangankanani oleh kitab HAM,” imbuh dia.
Serahkan data dan informasi
Sementara itu, TGIPF juga telah memanggil Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto.
Benny mengungkapkan, pihaknya diundang untuk memberikan masukan kepada TGIPF serta menyampaikan data temuan versi Kompolnas.
“Jadi kami dari Kompolnas diundang oleh TGIPF untuk memberikan masukan hasil temuan selama tim turun ke Malang, kemudian selama mengumpulkan data dan informasi dan semua sudah kami sampaikan,” ujar Benny.
Baca juga: Polri Identifikasi Pengguna Miras dan Pelaku Pengerusakan di Stadion Kanjuruhan
Namun demikian, Benny tak menjawab ketika ditanya perihal data apa saja yang diberikan Kompolnas kepada TGIPF.
Ia hanya berharap data yang disampaikan Kompolnas dapat mempercepat proses pengusutan tragedi Kanjuruhan.
“Di samping itu juga dilanjutkan dengan diskusi, mudah-mudahan yang kami sampaikan bermanfaat bisa mempercepat proses tugas dari dari TGIPF,” ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.