"Artinya, pilihan antara Airlangga atau Puan paling maksimal sebagai cawapres, itupun baik Airlangga atau Puan harus legawa bila tak terpilih mewakili KIB karena figur capresnya dari eksternal KIB yang memiliki elektabilitas," jelas Agung.
Kedua, skema PDIP masuk KIR hanya mungkin bila PKB bersedia memberikan jatah cawapres kepada Puan, menimbang Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra sekaligus koordinator KIR telah solid dipilih sebagai capres.
Baca juga: Bacakan Pantun untuk Airlangga, Puan: Agar Indonesia Makin Menguning dan Memerah
"Namun, ada pertanyaan yang kemudian mengemuka, apakah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bersedia? Atau Prabowo rela kehilangan ceruk massa Nahdliyin yang dibawa PKB?," lanjutnya.
"Hal yang paling rasional bagi PDI-P sementara ini adalah membuat koalisi baru, dengan menarik salah satu anggota KIB atau KIR yang mampu merepresentasikan Islam khususnya NU, baik itu PKB atau PPP sebagaimana Presiden Jokowi sukses terpilih saat mengusung Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin demi melengkapi basis massa nasionalisnya," jelasnya.
Ditambah lagi, menurut Agung, urgensi pembentukan koalisi baru ini menemui momentumnya, agar keleluasaan PDI-P dalam menentukan capres dan cawapres tidak tersandera dengan kesepakatan koalisi pra-pilpres yang sudah dirajut di masing-masing kubu.
Sehingga Agung menilai, dari kalkulasi politik di atas, maka posisi tawar PKB dan PPP semakin krusial.
Baca juga: Bertemu Airlangga Hartarto, Puan: Kita Harus Bersama Membangun Bangsa
"Karena menjadi dua partai yang paling dibutuhkan PDI-P untuk melengkapi warna politiknya saat ingin berkoalisi sekaligus memenangkan pilpres. Pertanyaan kembali muncul, apakah PKB atau PPP tertarik untuk meninggalkan KIR dan KIB demi PDIP," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.