Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

DPR Melucuti Kemerdekaan Hakim

Kompas.com - 05/10/2022, 10:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DPR terlihat tenang-tenang saja ketika Paripurna DPR menghentikan Prof. Dr. Aswanto dari Hakim Mahkamah Konstitusi.

Sebagian Fraksi mengira, tanggal 29 September 2022 itu, hanya sekadar rapat konsultasi sebagaimana biasanya. Fraksi PKS, misalnya, tidak mengetahui mengenai ihwal rapat Komisi Hukum DPR itu.

Setelah rapat internal komisi Hukum dilakukan tanggal 29 September, pada hari itu juga hasil rapat komisi dibawa ke Paripurna untuk diputuskan bersama oleh DPR. Terasa ada kejanggalan dan terkesan sangat tertutup.

DPR tidak berwenang memberhentikan hakim

Pemberhentian Aswanto dari Hakim Mahkamah Konstitusi oleh DPR secara hukum tidak ada dasarnya. Prosedur pemberhentian Hakim MK jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 Perubahan Ketiga Undang Undang Mahkamah Konstitusi.

Menurut ketentuan pasal 23 UU MK, hakim MK diberhentikan dengan terhormat dan dengan tidak dengan terhormat.

Dalam ayat (1) UU MK disebutkan pemberhentian dengan terhormat baru dapat dilakukan dengan alasan: (1) meninggal dunia; (2) mengundurkan diri; (3) berusia 70 tahun; (4) sakit jasmani atau rohani selama 3 bulan berturut-turut.

Untuk pemberhentian dengan tidak terhormat dalam ayat (2) dilakukan dengan alasan: (1) telah diputus bersalah oleh pengadilan kerena melakukan tindakan pidana; (2) melakukan perbuatan tercela; (3) tidak menghadiri sidang selama 5 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; (4) melanggar sumpah dan janji jabatan; (5) menghambat MK mengeluarkan putusan; (6) melanggar larangan rangkap jabatan; (7) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Hakim MK, dan (8) melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Sejauh mengenai ketentuan pasal 23 UU MK tersebut, pemberhentian Aswanto tidak berdasarkan Hukum.

Pemberhentian hakim hanya dapat dilakukan dengan melewati sidang etik di Mahkamah Konstitusi, baru kemudian Ketua Mahkamah Konstitusi bersurat ke Presiden untuk mendapatkan surat keputusan Presiden.

Artinya surat yang diajukan DPR untuk penggantian Aswanto ke Presiden tidak memenuhi ketentuan Pasal 24 UU MK.

Ketua DPP Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA Ketua DPP Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Atas dasar apa Aswanto diberhentikan? Seperti yang dikatakan oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto, pemberhentian Aswanto karena menganulir produk Undang-Undang yang dikeluarkan oleh DPR.

Baca juga: Aswanto Mendadak Diberhentikan dari Hakim MK, Komisi III: Dia Wakil DPR, tapi Produk DPR Dia Anulir

Alasan tersebut secara hukum sangat mengada-ada. Hakim MK bukan perpanjangan tangan DPR, sehingga harus mengamini semua produk legislasi yang dibuat oleh DPR dan Presiden.

Sudah menjadi tugas dan kewenangan Mahkamah untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

Setiap Hakim MK dibebani untuk mengembang tanggungjawab melakukan judicial review terhadap produk legislasi itu.

Kalau produk itu bertentangan dengan UUD 1945, maka MK berwenang untuk membatalkan, baik itu sebagaian pasal maupun keseluruhannya dalam UU.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com