Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Agung Sudrajad Dimyati Jadi Tersangka Suap, Ini Sederet Catatan ICW

Kompas.com - 24/09/2022, 18:44 WIB
Irfan Kamil,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 10 orang dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Peneliti ICW Lalola Easter menilai, perkara yang melibatkan hakim agung kamar perdata di MA itu semakin mencoreng dunia peradilan.

"Dari sepuluh orang tersebut, satu di antaranya merupakan hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati," ujar Lalola melalui keterangan tertulis, Sabtu (24/9/2022).

"Peristiwa ini kian memperlihatkan kondisi lembaga kekuasaan kehakiman benar-benar mengkhawatirkan," ucap dia.

Baca juga: KY Pastikan Bakal Proses Etik Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Lalola mengatakan, kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA semakin menambah panjang daftar hakim yang terjerat korupsi.

Berdasarkan data KPK, ucap dia, sejak lembaga antirasuah itu berdiri, tak kurang 21 hakim terbukti melakukan praktik lancung.

ICW pun memiliki sejumlah catatan terkait kasus yang menjerat Sudrajad Dimyati.

Pertama, kata Lalola, rekam jejak hakim Sudrajad Dimyati memang bermasalah. Hal ini terlihat ketika Sudrajad diduga berusaha menyuap anggota Komisi III DPR RI dalam proses fit and proper test calon hakim agung pada 2013.

Sudrajad pun diperiksa Komisi Yudisial (KY) tetapi tidak terbukti melakukan suap tersebut.

Namun, Sudrajad gagal menjadi hakim agung pada tahun itu. Setahun kemudian, Sudrajad kemudian dipilih menjadi hakim agung kamar perdata.

"Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa proses seleksi calon hakim agung tidak mengedepankan nilai-nilai integritas," ucap Lalola.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Diduga Terima Suap dari Banyak Pengurusan Perkara di MA

Catatan kedua, lanjut dia, lemahnya proses pengawasan lembaga, baik oleh Badan Pengawas (Bawas) MA maupun KY, semakin membuka celah terjadinya korupsi di sektor peradilan.

Menurut Lalola, kondisi tersebut memungkinkan masih banyaknya oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup tetapi tidak teridentifikasi oleh penegak hukum.

Di saat yang sama, jika dilihat beberapa tahun terakhir, kinerja MA justru mendapat banyak sorotan dari masyarakat. Beberapa di antaranya adalah pengenaan hukum ringan terhadap pelaku korupsi yang berulang.

"Berdasarkan data tren vonis yang dikeluarkan oleh ICW, tercatat pada tahun 2021 rata-rata vonis pengadilan hanya mencapai 3 tahun 5 bulan," papar Lalola.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Tersangka: Ditahan KPK dan Diberhentikan Sementara

Tak hanya itu, alih-alih melakukan perbaikan untuk memaksimalisasi pemberian efek jera, MA justru banyak mengobral diskon pemotongan masa hukuman melalui proses peninjauan kembali (PK).

Masih berdasarkan data tren vonis ICW, pada 2021, tercatat ada 15 terpidana korupsi yang dikurangi hukumannya melalui upaya hukum luar biasa tersebut.

Melalui uji materil Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, MA justru membatalkan regulasi yang secara ketat mengatur syarat pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat untuk terpidana kasus korupsi.

"MA berkontribusi terhadap pembebasan bersyarat 23 napi korupsi beberapa waktu lalu," ucap Lalola.

Baca juga: Usai Diperiksa Penyidik, Hakim Agung Sudrajad Dimyati Pakai Rompi Tahanan KPK

Sebagai informasi, Sudrajad merupakan tersangka kedelapan yang ditahan terkait kasus ini. Sebelumnya KPK juga telah menahan hakim yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu.

Kemudian, pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta dua PNS di MA Albasri dan Nurmanto.

Enam orang tersebut merupakan tersangka penerima suap.

Selain itu, KPK juga menahan dua dari empat orang yang diduga memberikan suap dalam pengurusan perkara di MA.

Mereka yang diduga berperan sebagai pemberi suap dan telah ditahan adalah pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno.

Sementara itu, debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka, dan debitur Koperasi Simpan Pinjam bernama Ivan Dwi Kusuma Sujanto belum ditahan.

Baca juga: Hakim Agung Jadi Tersangka Kasus Suap, Wapres: KPK Harus Jelaskan dan Buktikan

Ketua KPK Firli Bahuri menduga, Sudrajad menerima uang senilai Rp 800 juta agar putusan kasasi sesuai keinginan pihak Intidana, yakni perusahaan dianggap pailit.

Aliran uang berasal dari dua pengacara Intidana, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno. Keduanya diduga bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan MA.

Pihak yang menjembatani Yosep dan Eko mencari hakim agung yang bisa memberikan putusan sesuai keinginannya adalah Desi Yustrisia.

Desi lalu mengajak Elly Tri Pangestu dan Muhajir Habibie untuk terlibat pemufakatan itu.

KPK menduga, Desi, Elly, dan Agung adalah kepanjangan tangan Sudrajad dan beberapa pihak di MA menerima suap terkait kepengurusan perkara.

Sepuluh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang pada Rabu hingga Kamis lalu.

Dalam upaya tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com