Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Majelis Angka (MA): Ketika Ketok Palu Bernilai Dollar

Kompas.com - 24/09/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Padahal muara kasus Koperasi Simpang Pinjam Intidana (ID) diawali dengan laporan pidana dan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang.

Pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, hasil gugatan Intidana tidak memuaskan kliennya Yosep Parera dan Eko Suparno. Bahkan ke dua pengacara itu diminta kliennya untuk mengajukan kasasi.

Tidak hanya kasasi, ke dua pengacara juga menjalin kerjasama dengan “orang-orang dalam“ yang dinilai mampu menjadi penghubung dan fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan klien (Cnnindonesia.com, 23 September 2022).

Permainan orang dalam pembuka kotak pandora

Terungkap dan terkuaknya kasus permainan pengondisian putusan MA ini sebaiknya menjadi langkah pembuka bagi KPK untuk menelisik lebih jauh sinyalemen “lama” yang tidak lagi menjadi rahasia umum.

Hakim Agung yang diidealkan steril, tidak tersentuh pihak luar, independen, dan menjadi wakil Tuhan kini menjadi bahan lelucon.

KPK harus mau dan maju membuka jaringan laba-laba hingga kalajengking di MA jika ingin institusi antirasuah tersebut tetap dipercaya rakyat.

Bisa jadi permainan “orang dalam” itu tidak lagi amatiran, tetapi memang teroganisir dengan rapi dan tertutup.

Bisa jadi pula, kasus Intidana ini terbongkar karena “joroknya” permainan orang dalam MA yang terlalu obral penyelesaian perkara.

Terbongkarnya borok mafia perkara di MA seperti mengingatkan kasus permainan Sekretaris MA Nurhadi yang bekerjasama dengan menantunya terkait pengurusan gugatan hukum baik di tingkat pertama hingga kasasi.

Kasus gratifikasi yang diterima Nurhadi dari pihak berperkara mencapai puluhan miliar rupiah dan sayangnya ketika itu, KPK belum menjamah hingga ke jajaran hakim agung.

Pengungkapan kasus “kongkalingkong” orang dalam MA – termasuk hakim agung - dengan pihak-pihak berperkara harus dirunut KPK dari kasus-kasus “janggal” yang menodai rasa keadilan dan diputus seenaknya oleh MA sebagai garda terakhir penentu keadilan.

“Inilah sistem yang di negara kita, dimana setiap aspek sampai tingkat atas harus mengeluarkan uang. Salah satu korbannya adalah kita. Intinya akan kami buka semua, kami siap menerima hukumannya karena itu ketaatan kami. Kami merasa moralitas kami sangat rendah, kami bersedia dihukum yang seberat-beratnya.” – Yosep Parera (tersangka kasus suap Hakim Agung MA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com