Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

Agama dan Nalar yang Harus Sehat

Kompas.com - 23/09/2022, 13:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebab, hidup seorang manusia itu sungguh amat kompleks dan multidimensional. Tidak boleh timpang hanya pada satu sisi. Harus seimbang!

Pada porsi tertentu, seseorang harus meluangkan waktu demi urusan dengan agama. Namun, di porsi lain, ia harus hidup dalam dunia sosial, politik, budaya, dan lingkungan alam yang sungguh plural dan kaya.

Di dalam konteks yang lebih plural itu, ia harus hidup lebih toleran sebagai perwujudan imannya akan ajaran Sang Pencipta yang Baik, Benar, dan Indah (Agung) tadi.

Sebab, iman yang benar adalah iman yang tampak dalam perbuatan baik dan benar terhadap sesama dan lingkungan hidup (Yakobus 2:18).

Pancasila

Lantas, bagaimana dengan Indonesia yang sungguh plural mengakui agama-agama besar dan aliran-aliran kepercayaan tradisional dan beberapa kali menjadi perhatian publik karena intoleransi beragama dan bermasyarakat?

Pertama, secara konstitusional, Indonesia memberi jaminan kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan tersebut (Pasal 29 ayat 2 UUD 1945).

Jaminan tersebut semakin kuat dengan berpuncak pada sila pertama dari Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa.

Indonesia tidak menghalang-halangi – bahkan mewajibkan – warga negaranya untuk beriman kepada Tuhan-nya.

Negara menjamin perayaan-perayaan keagamaan yang dapat dinikmati dalam konteks libur nasional. Negara juga mengalokasikan dana-dana untuk pengembangan agama dan kegiatan-kegiatan internal di dalamnya.

Kedua, lewat Pancasila, masyarakat Indonesia diarahkan untuk memaknai kebebasan dalam mengekspresikan agama dengan konteks rasa hormat dan toleransi.

Bukan sekadar pada titel agama, tetapi masyarakat harus sampai pada rasa hormat akan kodrat human yang sama untuk merasakan keadilan yang beradab, satu, dan merata.

Dalam hal inilah, Pancasila menjadi fundasi merasa dan berpikir kritis bagi masyarakat dengan agama dan kepercayaannya di ranah publik yang plural.

Eksistensinya selalu terarah kepada yang lain, bukan terkurung dalam egoisme yang radikal dan intoleran.

Pancasila menjadi orientasi untuk tetap mengoreksi dan memperbaiki tafsiran terhadap ajaran agama sikap terorisme, intoleransi, radikalisme, dan egoisme.

Pancasila sungguh menampilkan model dan cara beragama yang baik, benar, dan indah, yaitu dengan tetap menghargai manusia lain dalam kebebasan yang sama dan setara.

Agama kiranya tidak menjadi penghambat bagi masyarakat Indonesia untuk berkembang dan maju dalam kebijakan publik dan politis yang plural.

Sebaliknya, agama – dengan dorongan semangat dari Pancasila – menjadi satu fakta sosial yang mendidik masyarakat Indonesia bermoral, bernalar sehat, dan menghargai kebenaran sebagai milik bersama.

Lewat tulisan ini, penulis juga ingin menggantungkan harapan agar masyarakat Indonesia tidak lagi terkungkung pada debat-debat yang menjatuhkan agama-agama lain dan salah menafsirkan ajaran agama demi tindakan yang tidak baik serta benar.

Penulis berharap pula bahwa setiap masyarakat beriman pada Tuhan masing-masing dan tampil sebagai saudara bagi semua (be a brother for all). Sebab, dalam agama terkandung nilai-nilai kebaikan untuk dimensi hidup yang kompleks.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com